Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Melihat festival budaya borneo 2

Hari minggu lagi. Main lagi ke Banjarmasin. Ke siring lagi. Tempat biasa kami main. Lokasinya memang langganan disinggahi, acaranya yang beda-beda.

Kali ini acaranya terbilang unik dan nggak mungkin tahun depan ada lagi. Ganti ke provinsi lain yang ada di tanah borneo. Iya, kami nonton festival budaya borneo 2.

Tujuan utama lihat karnavalnya. Dari informasi yang diperoleh, arak-arakan dimulai jam 8 dari titik 0 km depan kantor gubernuran lama. Sampai di sana, kok tak ada keriuhan berarti. Banyak sih orang yang lalu lalang. Tapi mereka olahraga. Tenda-tenda yang dipakai berjualan baru beberapa yang buka. Panggung utama kosong.

Lihat tenda sekertariat dan informasi masih melompong. Jangan-jangan salah informasi. Tapi beneran hari ini tanggal 12 Agustus 2018. Kalau jam sudah geser jadi 08.30.

Kebetulan perut lapar. Minggir aja dulu. Datangi para penjual satai yang berjajar dekat trotoar jalan. Oh ya makanan ini banyak disuka orang buat sarapan. Selain nasi kuning sama lontong sayur ya.

Selesai sarapan, saya melihat seorang panitia melintas. Langsung saja datangi. Ternyata karnaval tidak lewat panggung utama, melainkan lewat depan gedung mahligai pancasila. Sebenarnya saya nggak tahu gedung itu dimana, tapi insting mengarahkan buat jalan ke arah jalan saya masuk ke area festival.

Eh bener. Kelihatan ada arak-arakan. Kejar biar nggak ketinggalan. Untung pawai berhenti. Mungkin kasihan sama saya yang dengan penuh semangat mengejarnya (lebay).

Berhasil lihat dari dekat. Mengagumi pakaian peserta yang sebagian besar terbuat dari kulit kayu. Hiasan kepalanya juga sangat menarik. Berhiaskan bulu burung. Ada beberapa peserta melengkapi dirinya dengan ornamen tengkorak binatang, kalung, mandau, serta tato penghias tubuh.

Kaum wanita tentu berpakaian meriah. Pakaiannya berhias payet. Jika pun memakai kulit kayu, tetap menarik sebab bertabur kerlap-kerlip atau dilukis motif sulur.

Dua buah kendaraan sengaja dihias meriah. Di mobil berhias naga, terdapat kepala dewan adat dayak. Ia ramah menyapa siapa saja.

Mengikuti rombongan, akhirnya sampai ke gedung mahligai pancasila. Masuk ke halamannya, duduk di bawah bayang-bayang pohon melihat satu persatu peserta mengelar pertunjukannya. Dari situ saya tahu, meski mereka menebar senyum, ada seringai tertahan di wajah mereka. Plester penutup luka karena gesekan gelang-gelang kaki tak mampu lagi bertahan. Benda itu mengelupas menimbulkan rasa perih akibat gesekan gelang kaki pada luka.

Beberapa peserta yang menggunakan pakaian spektakuler pun tak bisa sendirian. Bala bantuan datang membantu memegangi pakaian. Tapi mereka tetap tersenyum dan maju sambil menari. Kostum berbentuk naga yang diangkat dari cerita rakyat loksinaga berhasil tampil memukau penonton.

Sayang makin lama, semakin banyak penontonnya. Berdiri lagi deh biar jelas. Tetap menonton hingga peserta terakhir. Lalu berjalan bersama beberapa peserta ditemani gemerincing dari gelang kaki mereka. Kami kembali ke panggung utama, lalu berpisah.

 

[gallery ids="337,338,339,340,341,342" type="rectangular"]

[gallery ids="343,344,345,346,347,348,349,350,351,352" type="rectangular"]

Komentar