Pengalaman Naik Pelita Air Service

Akulturasi budaya banjar di banua halat

Judul : akulturasi budaya banjar di banua halat
Penulis : wajidi



Buku akulturasi budaya banjar di banua halat

Dari judul bukunya sudah terbayang isinya, perihal perpaduan budaya di banua halat dengan masuknya agama islam di banua atau Kalimantan Selatan. Buku ini mengulas tentang sejarah, peninggalan, serta adat istiadat masyarakat.

Sebelum melangkah lebih jauh, pasti banyak yang bertanya-tanya dimanakah letak banua halat. Banua halat merupakan sebuah perkampungan tua di kota rantau kabupaten tapin. Pemukiman ini diperkirakan sudah ada sejak masa kerajaan banjar. Dibangun tepat di sepanjang sungai tapin. Penduduknya mayoritas beragama islam.


Agama islam sendiri mulai berkembang di Kalimantan Selatan sejak dijadikan agama resmi di Kesultanan Banjar. Meski pun demikian perkembangan Islam tidak lantas menghilangkan budaya setempat. Sebaliknya, masyarakat berusaha menjaga hingga saat ini. Tentu saja dengan beberapa penyesuaian agar tetap sesuai dengan jaman.

Contoh yang masih dapat dilihat dan dirasakan adalah pelaksanaan upacara baayun maulid di desa Banua Halat, Kabupaten Tapin, Kalsel. Upacara yang berasal dari tradisi maayun anak yang dilakukan saat upacara bapalas bidan, sebuah upacara yang dilakukan beberapa hari setelah seorang anak lahir. Kegiatan ini menandai bahwa sang anak sudah menjadi anak dari orangtuanya sepenuhnya.

Sementara upacara baayun maulud dilakukan dimaksudkan untuk mengenalkan sang anak pada agama islam. Bertujuan untuk lebih mendekatkan anak pada Nabi Muhammad SAW, sebuah tradisi dalam budaya pra-Islam, masih dilakukan secara rutin pada bulan maulid.

Pada pelaksanaan upacara baayun maulud kita bisa melihat unsur kepercayaan lama dan Islam melalui peralatan yang digunakan yaitu ayunan, ragam hiasan janur, piduduk, dan sesaji. Khusus piduduk dan sesaji kini bermakna sedekah atau untuk dinikmati bersama para peserta upacara baayun maulid.

Sementara pengaruh Islam terlihat pada tempat pelaksanaan upacara yang dilakukan di masjid mukarommah. Juga pada pembacaan ayat suci Alqur'an dan Kitab Maulid.

Nantinya saat prosesi memasuki bagian inti, berupa mengayun anak, maka diwaktu bersamaan akan dikumandangkan puji-pujian kepada Rasulullah. Para orangtua atau peserta berharap dengan mengumandang syair dan pujian, anak-anak dapat menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah dan Rasul, serta hatinya akan selalu terpaut untuk melaksanakan perintah agama, khususnya sholat.

Selain mengulas tentang upacara baayun maulud, buku ini menjelaskan tentang keberadaan masjid al mukarammah yang merupakan bangunan tua. Tidak diketahui pasti kapan masjid ini berdiri. Dari cerita rakyat yang dituturkan secara turun temurun dikisahkan bahwa masjid dibangun oleh Datu Ujung bersama penduduk kampung. Kisah lain menyebutkan masjid dibangun oleh seorang sultan tetapi dibakar oleh Belanda.

Penduduk kemudian mendirikannya kembali tepat di atas sisa-sisa tonggak masjid terdahulu. Menggunakan kayu ulin terbaik yang diperoleh dari daerah pegunungan. Bangunan masjid sepenuhnya bercirikan budaya banjar. Dilihat dari struktur bangunan berupa panggung. Ditopang oleh empat tiang utama serta beberapa tiang penyangga.

Bagian atapnya dibuat tumpang tiga berbentuk kerucut. Jika diperhatikan ragam hias pada masjid bisa dikatakan sangat minimalis. Ragam hias justru terlihat menghiasi mimbar yang digunakan oleh pemuka agama atau ulama dalam menyampaikan dakwahnya.

Buku ini terdiri dari 7 bab. Dilengkapi dengan foto-foto rumah adat, masjid Al-Mukarommah, ragam hias di masjid, masjid-masjid lama di Kalimantan Selatan, kegiatan upacara baayun maulid.

Informasi yang disajikan dalam buku ini tentu sangat membantu para pembaca yang ingin mengetahui budaya suku banjar. Termasuk perkembangan agama islam di Kalimantan Selatan.

Komentar