Pengalaman Naik Pelita Air Service

Buku tua

Ah, saya lagi gembira, happy, senang, pokoknya benar-benar bahagia. Kayak mau ketemu pujaan hati, padahal nggak sama sekali.

Mau tau kenapa saya gembira sangat? Gara-garanya saya mendapatkan sebuah buku tua. Nggak sengaja sih pinjamnya. Wah, kok pinjam ya? Tenang, tenang, begini ceritanya.
Buku pedoman museum gajah jakarta

Suatu hari, saya datang ke museum lambung mangkurat. Kebetulan letaknya tidak jauh dari rumah. Ya, 10 menitlah naik motor. Kedatangan saya untuk mencari bahan penulisan artikel tentang museum.

Singkat cerita, setelah ngobrol ngalor-ngidul, pergilah saya ke perputakaan yang ada di museum. Nggak sendiri sih, kan di rumah orang jadi harus ditemani. Meskipun saat nyari buku buat referensi ya nggak puas kalau nggak ikutan nyari di rak.
Denah ruangan dalam buku pedoman museum gajah

Sayang, nggak banyak materi yang didapat. Tetapi di antara buku-buku yang dipinjamkan, terselip sebuah buku kuno alias buku tua. Judulnya "Pedoman Singkat Mengoendjoengi Moeseoem". Buku ini dibuat dan diterbitkan oleh Koninklijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen pada tahun 1948. Ya ampun, tahun segitu saya belum lahir. Mungkin kedua orangtua saya juga belum menikah. 

Bukunya sih nggak tebal, hanya 33 halaman saja. Berwarna putih dengan kertas tebal. Tata letaknya pun sederhana. Begitu juga fotonya. Saya hitung hanya ada empat yang dicetak bolak-balik dengan lertas berbeda, kertasnya terasa lebih tipis dan halus dibanding kertas berisi tulisan.
Patung gajah
Bagian depan museum gajah

Karena dibuat tahun 1948 sudah pasti tulisannya menggunakan ejaan lama. Maksudnya, untuk menulis huruf o masih menggunakan huruf oe, lalu huruf j masih pakai penggabungan dua huruf d dan j (dj). Anak saya waktu melihat cara penulisannya bingung, kok kayak gitu ya. Berbeda sekali dengan sekarang. Tapi saya nggak mau membahas hal ini, saya senang membaca bukunya meski harus pelan-pelan. Kan menyesuaikan dengan cara penulisannya.

Ketika dibuka, pada halaman 2, terpampang denah ruangan sebuah bangunan. Lalu disebelahnya terdapat keterangan gambar dasar dari denah tersebut. Diantaranya, serambi depan, koempoelan benda2 sedjarah, roeang memindjamkan boekoe, dan lain-lain. Ayo, siapa yang bisa tebak isi buku ini mengupas tentang apa?

Yup, benar. Buku tua ini menjelaskan tentang museum gajah di jakarta. Dari sepatah kata di halaman 5, dijelaskan bahwa pedoman yang dibuat pertama kali ini merupakan suatu ikhtisar umum. Tebal buku pun dibatasi dan harganya harus murah. Rupanya buku ini adalah merupakan buku pedoman yang dibuat oleh museum untuk membantu pengungjung museum mengetahui koleksi mereka. Karena sifatnya hanya pedoman maka keterangan yang diberikan tidak rinci sekali. 
Kata pengantar
Kata pengantar buku pedoman museum gajah

Dalam buku yang selesai dibuat pada desember 1947 ini dipaparkan sejarah keberadaan museum gajah. Di awali dari sebuah rumah di kali besar berikut berbagai barang, benda-benda alam yang indah dan sukar didapat. Rumah ini diberikan oleh J.C.M Radermacher. 

Koleksi semakin bertambah setelah Letnan Goebernoer Djenderal Sir Stamford Raffles dipercaya menjadi ketua direksi. Sudah pasti rumah di kali besar terasa semakin sesak hingga diputuskan untuk mendirikan gedung baru untuk "Literary Society" yang akan digunakan juga sebagai museum dan ruang rapat. 

Semakin banyak kegiatan yang dilakukan, koleksi semakin bertambah dan gedung itu tak mampu menampung lagi. Dibuatlah (lagi) sebuah gedung di jalan Rijswijk. Kemudian diputuskan membuat sebuah museum di tanah lapang gambir barat. Museum akhirnya digunakan pada tahun 1868 hingga sekarang. 

Karena banyaknya koleksi dan kurangnya tempat serta ancaman perang masih membayang kuat, penataan museum menjadi tidak maksimal. Kartu berisi informasi pada sebuah koleksi kerap hilang, sedangkan proses penulisannya membutuhkan waktu. 

Diputuskanlah membuat buku pedoman untuk pengunjung. Informasi yang disajikan dimulai dengan menjelaskan bagian-bagian museum yang terdiri dari beberapa bagian. Termasuk dijelaskan soal halaman bagian dalam serta kantor dan perpustakaan. 

Membaca buku ini seperti diajak berkeliling museum saja. Paparannya jelas baik dari segi koleksi yang ditampilkan (secara garis besar), letak barang koleksi, alur penataan barang, hingga arahan untuk berbelok ke kanan atau kiri. 

Jujur, ketika membaca ini saya terbayang pada arca-arca besar yang ada di depan halaman dalam. Lalu koleksi perhiasan, keramik, dan gerabah serta koleksi lainnya. Saya bisa membayangkan dan merasa seperti melihat langsung karena memang sudah pernah ke museum gajah. Tetapi, saya yakin buat yang belum pernah datang dan melihat langsung, pasti akan terbayang seperti apa koleksi yang ada. Apalagi kalau Anda senang membayangkan atau mengira-ngira, dijamin nggak kalah seru dengan buku lain yang berkisah tentang petualangan atau misteri. Seru dan asyik. 

Komentar