Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Cabut Angin, Mencoba Salah Satu Pengobatan Tradisional Banjar

Setiap daerah memiliki cara untuk mengobati penyakit. Demikian juga dengan Kalimantan Selatan yang mempunyai berbagai ragam teknik pengobatan tradisional, salah satunya adalah cabut angin. Dan, akhirnya saya bisa mencoba, setelah lama mendengar namanya.

Perihal pengobatan nan legendaris ini memang telah saya dengar cukup lama. Awalnya dari orang tersayang yang kerap melakukan cabut angin, terutama saat badan benar-benar tidak nyaman akibat stok angin sudah maksimal.

Dari penuturannya, proses pengobatan ini tidak memerlukan alat apapun. Hanya ujung telunjuk yang diusapkan ke badan. Tetapi, rasanya benar-benar tidak terkatakan. 

Terutama kalau badan benar-benar masuk angin berat. Bisa-bisa sang pasien melintir menahan rasa selama beberapa detik. Setelah itu, rasa sakit akan hilang sama sekali. 

Penasaran Tapi Takut

Sejujurnya, mendengarkan kisah orang tersayang setiap kali habis cabut angin itu mengundang penasaran. Seperti apa sih cara cabut anginnya?

Apakah sama dengan kerokan yang biasa dilakukan? hanya beda alat yang dipakainya. 

Meski sudah sangat-sangat penasaran, saya sama sekali nggak berani mencoba. Entah kenapa kalau dihadapkan pada kata "sakit", saya langsung mengkeret. Terus sembunyi di bawah selimut. Penasarannya buang jauh-jauh.

pengumuman sederhana di kaca depan
Pengumuman sederhana yang ditempal di kaca depan. (dokumentasi pribadi)


Nyoba Cabut Angin Juga

Sebenarnya si orang tersayang tau kalau saya penasaran. Saat yang sama, dia juga tau saya takut dan memilih menghindar. Oleh karena itu, dia tidak pernah memaksa saya ikut.

Namun, semestar berkata lain. Suatu ketika, tanpa ada pemberitahuan, setelah pergi mengurus sesuatu berdua, tiba-tiba si orang tersayang memberitahu akan mampir ke pak Haji Rosidi untuk cabut angin.

Kebetulan lagi, jalan yang kami tuju melewati gang tempat tinggal pak Haji. Tepatnya di daerah Amaco, Kota Banjarbaru. Ya, sudah akhirnya ikutan juga ke sana.

Rumah bercat kuning dan hijau ini tampak sepi. Di halaman hanya terlihat sebuah mobil. Bangku tempat menunggu pun tidak ada yang menduduki.

Si orang tersayang girang sekali. Katanya, jarang sekali rumah ini sepi. Biasanya halaman rumah dipenuhi kendaraan para pasien yang ingin cabut angin.

Tidak berapa lama, muncul seorang bapak dari dalam rumah. Rupanya dia menemani sang istri cabut angin.Setengah jam kemudian, proses cabut angin selesai. Si orang tersayang langsung masuk menemui pak Haji untuk cabut angin. Saya duduk saja di luar.

30 menit berlalu. Seorang pria datang dan langsung masuk ke dalam. Dua menit kemudian sudah keluar lagi. Hm, cepat sekali ya?

Tak lama, si orang tersayang keluar. Dia tidak sendiri, melainkan bersama seorang pria paruh baya. Sambil tersenyum dia mengenalkan saya pada pak Haji.

"Mumpung di sini, kamu bisa mencoba cabut angin. Saya sudah cerita kok sama pak Haji," todongnya santai.

Gubrak! Nggak bisa ngumpet lagi.

Sebalnya lagi, si rasa penasaran langsung memperlihatkan sikapnya. Dia berhasil mengusir si takut.

Bertiga kami masuk ke dalam ruangan. Proses pencabutan angin dimulai.

ruang tunggu pasien
Bagian dalam tempat menunggu pasien (dokumentasi pribadi)

Ujung Telunjuk

Sebelum proses pengobatan tradisional dimulai, saya berganti seragam, maksudnya pakai sarung ya, agar lebih mudah. (Maaf prosesnya tidak didokumentasikan).

Setelah itu, Pak Haji mulai mengusapkan ujung jari telunjuknya ke punggung. Sebelumnya, ujung jari diberi ramuan minyak supaya badan tidak lecet. Rasanya tidak semengerikan yang saya bayangkan.

Ada sih rasa sakit, tapi tidak seberapa. Kayak badan ditekan dengan pensil. Saya pun masih bisa senyum-senyum dan ngobrol.

Rasa seperti disayat mulai terasa ketika ujung jari telunjuk di usapkan ke bawah tulang belikat. Huah, kayak perih gitu.

Tiga detik kemudian rasa sakitnya hilang. Pertanda anginnya sudah hilang. Apakah saya bisa bernapas lega? belum.

Setelah seluruh badan dicabut angin, ternyata ada bagian akhir alias penutup yang harus dilakukan. Kali ini tidak pakai ujung jari telunjuk, tapi jari telunjuk dan jari tengah. Bagian yang disasar adalah kaki.

Kerjasama antara kedua jari ini cukup membuat kening berkerut menahan sakit. Bayangkan, kelihatannya sih hanya jari-jari kaki yang ditarik, tapi kalau pas ada angin yang bersembunyi di salah satu jari kaki, rasanya perih.

Dan, ternyata si angin pun ada di salah satu jari kaki saya. Andaikan tak ingat, mau rasanya saya melarikan diri.

Namun karena berbagai alasan, saya memilih bertahan. Membiarkan diri selama dua sampai tiga detik merasakan perih yang berangsur menghilang. Setelahnya badan terasa ringan.

Melayang

Dengan tersenyum, Pak Haji mengatakan proses cabut angin selesai. Saya pun gembira dan berdiri untuk berganti seragam kebesaran.

Eh, tapi kok, saya merasa kayak lagi naik kapal ya. Seperti terombang-ambing di lautan nan luas. Langsung saja pegangan tembok.

Keadaan saya langsung memancing perhatian. Pak Haji meminta saya untuk duduk kembali. Rupanya karena tekanan saya rendah, proses cabut angin membuat saya merasa pusing dan melayang.

Katanya, aliran darah di kepala belum naik benar. Jadi perlu dipercepat dengan cara dipijat. Fiuh, untung bukan di cabut angin lagi.

Benar saja, setelah mendapat pijatan, saya bisa kembali berdiri dengan baik dan bisa kembali ke rumah.

Ternyata cabut angin itu tidak menyakitkan, asalkan tidak banyak angin yang berada di dalam tubuh.

Komentar

  1. Waahh, baru tahu dengan istilah cabut angin ini. Dan nggak bisa membayangkan itu kayak apa. Apa sejenis dikerokin tapi hanya dengan jari ya? 🙈

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara kerjanya sih sama mbak. Tapi alatnya beda dan rasanya beda. Cabut angin itu beneran bikin badan ringan. Nggak ada sensasi anget karena minyak gosok buat kerokan.

      Hapus
  2. Wohooo jadi penasaran sama metode ini, kalo untuk kerokan aku ga tahan.. Sepertinya cabut angin enak nihhh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, saya ada temannya nih, nggak tahan kerokan. Perlu nyoba cabut angin mbak, beda banget sama kerokan.

      Hapus
    2. Hahaha, saya ada temannya nih, nggak tahan kerokan. Perlu nyoba cabut angin mbak, beda banget sama kerokan.

      Hapus
  3. Wah saya malah baru tahu soal cabut angin ini, mbak. Tadi dipikir ini cabut angin duduk alias menyamak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang biasa untuk menghilangkan angin duduk mbak antung. Tapi bisa juga buat masuk angin biasa.

      Hapus
  4. Mba, kalau boleh tau tempat pastinya dimana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Daerah amaco kota banjarbaru. Tempatnya di dalam gang. Kalau dari kantor pln setelah best meat. Gang masuknya ada laundry. Tanya orang sekitar situ pada tahu kok

      Hapus
  5. mohon alamat lengkap nya dong min ,kai ulun handak berobat, sidin lawas sudah meharit sakit di tangan

    BalasHapus
  6. Alay anjeng dibuat kata kata orang tersayang segala, sebut nama atau si dia kek, alay bner

    BalasHapus
  7. Alamatnya di amaco dimana ya?

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.