Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Hutan sebagai pundi-pundi rupiah yang harus dijaga



“A nation that destroys its soils destroys itself. Forests are the lungs of our lands, purifying the air and giving fresh strength to our people.” – Franklin D. Roosevelt


Setiap akhit tahun, saya tidak sabar menunggu penjual buah dadakan muncul. Buah yang mereka tawarkan berasal dari hutan. Jenisnya bermacam-macam dengan cita rasa yang berbeda dengan buah hasil budidaya.


Karena bergantung pada kemurahan alam, jenis buah yang dijual belum tentu sama dengan tahun lalu. Rasanya saya sedang bermain tebak-tebakan buah. Bayangkan, setiap kali keluar rumah saya sibuk mengamati tepi jalan, apakah sudah ada penjaja buah dadakan? Buah apa yang dibawa?


Untungnya, pedagang buah ini mudah dikenali dari keranjang besar di atas sepeda motor dan terpal untuk meletakkan buah. Saya ingat, tahun lalu setelah panen buah limau madang, mulai muncul buah cempedak, kalangkala, dan kasturi alias mangga Kalimantan. Baru setelah itu ada buah mantuala, marawin, dan pampakin. Ketiganya termasuk dalam keluarga durian. Buah-buahan ini merupakan makanan dari hutan.


Durian dari hutan pegunungan meratus kalimantan selatan
Panen durian hutan (foto: koleksi pribadi)

Tahun ini berbeda karena masa panen buah kasturi dan aneka durian bersamaan. Disusul oleh cempedak, gandaria, dan kalangkala. Tepi jalan berubah menjadi surga durian. Harum semerbak durian langsung memenuhi udara. 





Dari ketiga anggota keluarga durian, saya lebih suka pampakin (durio kutejensis becc). Saya memang bukan penyuka durian garis keras. Baunya yang menyengat kerap membuat saya pusing.


Durian kalimantan marawin, mantuala, pampakin
Mantuala, marawin, dan pampakin (foto: koleksi pribadi)


Berbeda dengan pampakin yang berbau lembut dan tidak tajam. Selain itu penampilan pampakin sangat menarik, daging buahnya berwarna oranye dengan tekstur padat dan kering.


Kulit buah pampakin berwarna kuning kehijauan dengan duri rapat dan kecil. Duri-duri ini tidak terlalu tajam sehingga tidak menyakiti tangan saat dipegang. Namun demikian, urusan membuka buah tetap saya serahkan pada penjualnya.  






Lucunya, para pedagang tidak semua menyebut buah cantik ini dengan nama yang sama. Ada yang menyebutnya pampakin, pampaken, dan lay. Rupanya meski pampakin termasuk tanaman asli dari Kalimantan dan tersebar di hutan pedalaman, tiap daerah punya nama berbeda untuknya.


Pampakin daging buahnya berwarna oranye
Daging buah pampakin berwarna oranye (foto: koleksi pribadi)

Masyarakat asli Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah memberi nama pampakin. Sementara masyarakat Kalimantan Timur menyebutnya dengan lai atau lay. Sedangkan warga Serawak mengenalnya sebagai durian nyekak. Lain halnya dengan masyarakat Brunei yang mengenalnya sebagai durian pulu.


Nama boleh berbeda, tetapi kandungan nutrisinya tetap sama. Sebagai buah berwarna cerah, pampakin mengandung vitamin C dan Beta-karoten yang bisa diolah menjadi vitamin A. Kandungan vitamin A pampakin lebih tinggi dibanding durian. Vitamin A dibutuhkan tubuh untuk meningkatkan penglihatan, memperbaiki sel-sel kulit, memperkuat gigi, dan tulang.




Dibanding dengan durian, pampakin dapat disimpan sampai tujuh hari. Semakin lama disimpan, rasanya akan semakin enak. Harganya pun lebih murah, sebutir pampakin dijual paling mahal Rp10.000.


Saya biasa membeli dua butir pampakin. Selain dimakan langsung, saya kerap mengolahnya menjadi kue. Warna pampakin membuat kue terlihat cantik lho.


Untuk membuat cake pampakin, saya memerlukan telur, gula pasir, tepung terigu, garam, emulsifier, baking powder, santan siap pakai, dan daging buah pampakin. Sebelumnya daging buah pampakin saya haluskan bersama santan.


Setelah semua bahan siap, termasuk baking pan yang sudah diolesi mentega dan tepung terigu, kini saya siap memasak. Langkah pertama, tepung terigu, garam, dan baking powder diayak. Lalu kocok telur, gula pasir, dan emulsifier hingga mengembang dan kental.


Baru setelah itu tepung terigu dan pampakin dimasukkan ke dalam kocokan telur secara bergantian. Aduk adonan hingga rata. Kini adonan siap dipanggang di atas api sedang hingga matang. Rasanya tidak kalah dengan cake yang menjadi ikon kota hujan.


Saya biasa membeli dua butir pampakin. Selain dimakan langsung, saya kerap mengolahnya menjadi kue. Warna pampakin membuat kue terlihat cantik lho. 


Cake yang terbuat dari daging buah pampakin
Cake pampakin (foto: koleksi pribadi)

Selain dibuat cake, pampakin bisa diolah menjadi vla pampakin untuk isian kue sus, pancake pampakin, roti pampakin, hingga es teler. Nilai jualnya tentu lebih tinggi dibanding menjualnya dalam bentuk utuh.



Dari sisi ekonomi, membuat produk olahan dari pampakin dapat memberi keuntungan bagi masyarakat. Lahirnya unit usaha baru dapat membuka lapangan pekerjaan. Selain itu hasil olahan dari pampakin bisa menjadi ikon daerah sehingga secara tidak langsung mendorong kegiatan pariwisata.


Dengan adanya permintaan, baik terhadap buah dan produk olahan pampakin, tentu perlu jaminan ketersediaan barang. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan merawat pohon-pohon pampakin yang ada di hutan Pegunungan Meratus. Tindakan peremajaan juga perlu dilakukan dengan menanami lahan terbuka dengan pepohonan, termasuk pohon pampakin.






Selama ini Pegunungan Meratus ibarat permata yang menggoda. Kandungan mineral yang besar menarik berbagai pihak untuk melakukan penambangan. Ada dua perusahaan besar yang berniat menambang batubara di Pegunungan Meratus. 


Nilai ekonomi yang didapat sangat tidak sebanding dengan kerusakan alam. Saya tidak bisa membayangkan seandainya hutan di Pegunungan Meratus rusak. Saat ini saja sudah terjadi banjir di Kota Banjarbaru. Bagaimana jika hutan hilang? Saya pasti kesulitan mendapat air bersih dan tidak bisa lagi menikmati buah-buahan dari hutan.


Beruntung Pegunungan Meratus sebagai paru-paru dunia sekaligus hutan sumber makanan memiliki WALHI dan masyarakat yang peduli dengan lingkungan. Mereka berupaya mempertahankan kelestarian Pegunungan meratus melalui jalur hukum. Perjuangan selama dua tahun yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup membuahkan hasil.


Pohon di hutan pegunungan meratus
Pohon di Pegunungan Meratus (foto: koleksi pribadi)

Tepat di awal tahun 2020 Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang dilayangkan WALHI terhadap PT. Mantimin Coal Mining (MCM). Dalam putusannya Mahkamah Agung menyatakan Surat Keputusan terkait PT. MCM tidak sah.


Keberhasilan ini tentu harus dibarengi dengan tindakan nyata dengan mengelola dan merawat hutan sebaik mungkin. Dengan cara yang bijak, hutan tidak hanya menyediakan oksigen dan air bersih, hutan sumber pangan dapat menjadi sumber pundi-pundi rupiah bagi masyarakat. 


TIdak perlu lagi menebang pohon untuk mendapatkan rupiah. Cukup pelihara pohonnya, ambil buahnya, dan olah menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. Dengan demikian ekosistem hutan tetap terjaga dengan baik.

 ---

Artikel ini diikutsertakan dalam Forest Cuisine Blog Competition. Artikel dibuat berdasarkan data dari Profauna.net, Kaltimprov.go.id, Walhi.or.id, dan balitbang.pertanian.go.id. Gambar merupakan koleksi pribadi. Infografis dibuat secara mandiri. 


Komentar

  1. Kyaa kenapa cuma pampakin yang diperlihatkan isinya kak? Saya penasaran sekali sama yang lain. Apakah baunya sama dengan durian atau bagaimana? Terus kalau durian itu kan dalam satu bilik terdiri dari beberapa biji yang ditutup daging kulit. Nah pampakin ini terlihat besar memanjang. Apakah bijinya panjang? Rasanya bagaimana? Penasaran sekali, semoga saya bisa mencicipinya suatu hari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo. Maaf kalau foto durian lain tidak tampak karena fokusnya memang pampakin. Bau pampakin beda sama durian, bisa dibilang malah nggak bau menyengat. Bentuk buah dan biji pampakin sama dengan durian lainnya. Rasanya saja beda lebih padat dan bertekstur. Semoga suatu saat bisa mencoba pampakin ya.

      Hapus
  2. Setuju sih buah hasil hutan itu memang enak2. Apalagi keluarga durian, aku suka semuanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya memang beda banget sama buah yang biasa ditemui di pasar modern ya mbak. Lebih enak. Andai buah hutan bisa dibudidayakan pasti lebih mudah dapatnya.

      Hapus
  3. Wah baru tau kalau pampakin bisa diolah menjadi cake dan jenis makanan lainnya. Saya jadi tertarik mau bikin fla nih, hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah mbak kalau lagi iseng. Sayang kalau dibuangkan karena udah mateng. Ayo mbak bikin vlanya.

      Hapus
  4. Mantap ya Mbak kalsel ini. Saya baru tahu loh sejak tinggal di sini ternyata banyak jenis dari durian ini. Tapi disebut dengan berbeda-beda. Pampakin itu enak tidak terlalu menyengat jadi pas buat yang punya sakit lambung

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak. Kirain durian ya cuma yang biasa dilihat, eh nggak taunya macam-macam. Rasanya pun nggak salah durian impor. Lebih enak.

      Hapus
  5. Ada yang bilang durian kalimantan ini rasanya paling juara. Tapi apalah hidung dan lidah ini sama sekali tidak mau bersahabat sama 'strong smell'. Jadi kalau makan yang aneh2 jadi : ada benda luar angkasa masuk ke mulut ku.

    Btw membahas hutan Kalimantan memang kaya ya mba. Banyak banget buah2 alam disini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah si pampakin ini baunya nggak strong lho. Justru harumnya lembut banget. Sama sekali baunya beda sama durian. Jadi bisalah buat ujicoba hehehehe.

      Hapus
  6. Saluut banget buat walhi yang sudah berjuang untuk melestarikan meratus. Saya setuju sekali dengan mba utari, bahwa tidka perlu menebang pohon untuk mendapatkan rupiah, namun kita dapat ambil berbagai buah yang ada didalam nya untuk dijadikan produk kreatif yang dapat memiliki daya jual yang tinggi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk dukungannya mbak. Hutan memang harus dijaga dan dirawat agar tetap lestari

      Hapus
  7. Aku gak suka pampakin malah suka durian aja. Karena memang rasanya kurang kuat kaya durian ya. Pampakin cenderung kalem baunya jg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar mbak ruli. Pampakin tak berbau durian. Tapi tetap enak kok. Ggak kalah sama durian.

      Hapus
  8. Trnyata pampakin bisa diolah lagi jadi cake ya.Kereen ini.Pampakin kmrn emang smpet booming bgt.Di bjm harganya 5rb an saja dan ada dimana-mana.Alhamdulillah berkah hutan kalimantan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di dekat rumah harga paling murah 10 ribu. Hehehehe. Beda tipis ya mbak.

      Hapus
  9. Ini sama kaya mamah ku yang suka pampaken, sedangkan aku ga bisa makam pampaken dan kawannya karena baunya yang buat pusing, kalau dari segi bau sih lebih suka bau durian hehe tapi kalau diolah wadai atau jajanan pasti masih bisa makannya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah mbak melisa bisa coba cake pampakinnya nih. Pasti nggak nyangka kalau ada pampakin didalamnya.

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.