Ada Apa di Kota Serang?

Sarapan sembari mengukir kenangan di Kota Lama Banjarmasin

 

Pagi di kota lama banjarmasin
Pagi di Kota Lama Banjarmasin 

Tidak ada rencana untuk mencari sarapan hingga ke Kota Lama Banjarmasin. Namun itulah yang terjadi. Untuk menemui teman dan memberi kegembiraan pada jiwa petualang saya.

Awalnya, seorang teman memberi tahu kedatangan teman narablog, Teh Ani dari Jakarta. Teh Ani datang dalam rangka pekerjaan. Tidak lama, hanya 3 hari saja. Jumat sudah kembali ke Jakarta.

Sebenarnya Teh Ani berkeinginan melihat pasar terapung di Lokbaintan, namun ke sana pada hari jumat dan waktu penerbangan sekitar jam 12.00 Wita, rasanya nggak akan maksimal. Khawatir nanti terburu-buru sementara jarak tempuh cukup jauh.

Jadilah dengan berat hati keinginan ke pasar terapung tertunda. Agenda berganti dengan mengunjungi Kota Lama Banjarmasin yang tengah jadi buah bibir. Janji ditetapkan, bersua di kedai  Kota Lama Koffie.

Perlu satu jam untuk saya sampai di sana. Saya memang tidak bermukim di Banjarmasin, tapi di Kota sebelahnya. Kami, saya, Teh Ani, dan Putri berjanji bertemu pukul 08.30. Agar sampai tepat waktu, saya harus berangkat pukul 07.00. Sengaja dimajukan sebab belum pernah mampir ke Kota Lama.

Dengan menggunakan motor, saya menyusuri jalan Ahmad Yani yang cukup ramai. Orang melaju menuju kantor. Anak-anak sekolah bergegas menuju tempat belajar.

Pertemuan di kota lama banjarmasin
Akhirnya ketemu Teh Ani dan Putri


Meski tak kencang benar, tetap harus waspada. Apalagi saat mendekati pasar gambut dan Kertak Hanyar, banyak pemotor yang tiba-tiba berbelok untuk berbelanja.

Memasuki Kota Banjarmasin, keriuhan jalan mulai berkurang. Arus lalu lintas sangat lancar. Menurut peta, letak Kota Lama berada di seberang Pasar Sudimampir. Oh, saya tahu letak pasarnya. Ini pasar utama di Kota Banjarmasin, tempat berbagai barang dijual. Agak mirip dengan Pasar Tanah Abang di masa lalu.

Baca Peta

Pagi ini suasana di Pasar Sudimampir belum ramai. Sejumlah toko belum buka. Beberapa penjaga toko tengah bersiap membuka toko.

Ada juga penjaja kembang tabur di tepi jalan. Duduk menunggu di trotoar dengan baki berisi bunga. Saya masih terus melaju hingga pertigaan. Sempat tergoda untuk mampir di toko roti lama yang ada di pojok jalan. Namun teringat kalau harus mencari letak Kota Lama, saya tidak ingin teman-teman menunggu. Kembali melaju ke jalan Bank Rakyat hingga pertigaan.

Sesuai peta, di depan saya harus berbelok sedikit ke kanan lalu masuk ke dalam lorong. Ternyata saya menyusuri jalan di belakang sebuah bank. Bukan ini tempatnya.

Putar balik, kembali ke arah semula dan menyusuri jalan untuk masuk ke lorong di sebelah. Rupanya lorong ini merupakan area parkir kendaraan pengunjung Kota Lama.

Waktu sampai di sana, saya merasa ada di area pertokoan di daerah Kota, Jakarta. Bangunan ruko dua lantai berukuran sedang. Dengan pintu besi yang tertutup rapat.

Namun rupanya kawasan Kota Lama yang menjadi kawasan wisata ada di lorong sebelah. Pantas saja lorong ini tak terlalu ramai.

Pagi di kota lama banjarmasin
Pagi di Kota Lama. Masih sepi.


Mestinya motor saya parkir di sini, tapi karena masih pagi dan belum yakin kalau sudah sampai di tujuan, lebih baik tetap berkendara ke lorong sebelah lewat sebuah jalan kecil.

Dan, kini saya di hadapkan pada deretan bangunan pertokoan lama namun wajahnya berubah.

Penanda Toko

Wajah deretan ruko itu terlihat lebih kekinian. Plang nama-nama toko seperti di atur. Terlihat namun tidak berlebihan. Cukuplah plang berbentuk bulat atau kotak berukuran sedang.

Pemilihan ukuran plang sepertinya disepakati bersama. Menurut saya cukup tepat karena menghadirkan suasana retro yang kuat. Kalau pun toko tak membuat plang, tanda atau nama toko akan dituliskan langsung pada bagian muka.

Plang toko di kota lama banjarmasin
Plang penanda toko


Sebab berada di bagian lama, maka sejumlah tembok bangunan terlihat berlumut. Mungkin bagian tembok tersebut kerap terkena hujan.

Sebagian besar toko yang ada tak bersolek habis-habisan. Tak ada warna cat yang menyolok. Benar-benar menjaga suasana masa lampau.

Sarapan dan kopi

Asyik memerhatikan suasana pagi, ketika satu per satu toko mulai dibuka, saya sampai tidak menyadari kalau belum sarapan.

Sembari menunggu, saya mengamati Kota Lama Banjarmasin. Sebagian besar toko menghidangkan kopi. Tentu saja pencetus awalnya ada kedai Kota Lama Koffie.

Setiap kedai tentu memiliki keistimewaan. Racikan istimewa untuk para pemuja kopi.

Di sela kedai-kedai kopi, terselip kedai roti, nasi, bakmi, sampai warteg. Hm, kebetulan belum sarapan. Baiknya mencoba apa ya?

Ada kedai bakmi tepat di samping Kopi Lama Koffie. Lalu kedai warteg dan di seberang ada kedai nasi bakar.

Tak lama Teh Ani dan Putri datang. Segera mencari tempat yang nyaman dan mengenyangkan.

Sarapan di kota lama banjarmasin
Menu sarapan di Kota Lama Banjarmasin


Akhirnya memilih sarapan di warteg. Kedainya berbeda dengan warteg umumnya. Tak ada bangku panjang di hadapan etalase lauk pauk.

Bangku-bangku dengan meja yang bisa menampung empat orang berada di depan. Lebih tepatnya, teras toko. Tidak banyak bangku dan meja. Hanya tiga set dan sebuah bangku memanjang di dinding.

Meski namanya warteg, sentuhan modernnya terlihat. Seluruh lauk pauk dan sayur tersimpan dalam wadah stainless steel. Ketika satu persatu tutupnya dibuka, terlihat beberapa lauk dari ayam. Ada juga sambal goreng ati, telur dadar, telur bumbu merah, sayur kacang panjang, sayur bersantan, mi goreng.

Untuk minuman, pemilik kedai telah menyiapkan lemari pendingin. Pembeli dapat memilih dan menikmati aneka minuman dingin. Tentunya setelah membayar.

Melihat sayur dan lauk, saya memesan nasi campur dengan lauk telur dadar tebal, tahu masak saus. Seporsinya Rp 15.000. Untuk minumnya sengaja memesan air mineral. Tak berani minuman dingin apalagi es. Bisa-bisa suara hilang.

Sarapan hari ini memang porsinya seperti makan siang, jangan kaget ya. Saya perlu asupan gizi untuk menunjang pertumbuhan badan dan tenaga selama menempuh perjalanan pulang.

Sajian sederhana ini sangat mengenyangkan. Cita rasanya untuk saya pas. Tak terlalu asin atau manis. Warna merah pada tumisan tahu juga tidak terlalu pedas.

Tumis kacang panjang sebagai sumber vitamin juga masih terasa kriuknya. Tak terlalu lunak. Warnany juga masih terlihat hijau.

Saat bersantap, sengaja tidak memberikan sambal sebagai tambahan agar bisa merasakan masakan yang sebenar-benarnya. Sedikit demi sedikit nasi dan teman-temannya lenyap, menyisakan permukaan piring yang terlihat mengilap.

Menyenangkan sekali sarapan kali ini. Apalagi sambil bercengrakama dengan Teh Ani dan Putri. Kini saatnya kembali menglaju ke tempat tugas dengan energi penuh dengan kegembiraan.

 

 

 

 

Komentar