Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Batik, warisan Indonesia untuk dunia

pembuat batik di cirebon
Pembuat batik tulis di Cirebon (koleksi pribadi)



Batik, karya seni ini begitu indah dan saya sangat menyukainya. Rasanya bangga sekali setiap kali menggenakannya. Inilah warisan Indonesia untuk dunia yang telah diakui keberadaannya.

Coba teman-teman membuka lemari pakaian. Pasti di sana tersimpan sebuah baju batik. Begitu juga dengan saya. Selama ini, saya hanya sebagai penyuka batik. Di lemari, tersimpan beberapa lembar kain serta pakaian batik.

Entah sejak kapan rasa cinta itu hadir. Yang saya tahu, setiap kali melihat batik selalu timbul rasa ingin memiliki. Untuk menuntaskan keinginan itu, saya membeli sebuah baju atau rok batik. Tentu saja pakaian itu tidak terlalu mahal. Disesuaikan dengan anggaran yang ada.

Arah mata angin pelan-pelan berubah. Saya tidak cuma membeli pakaian tapi kain jarik. Melihat motif saat kain dibentangkan, ternyata menarik dan menyenangkan. Lembaran kain panjang ini hanya saya pakai saat menghadiri undangan.

Siapa kira, melilitkan kain panjang di tubuh membuat saya merasa menjadi perempuan, anggun. Jauh sekali dari gaya keseharian yang berkaos dan celana panjang.

 Batik Klasik

Sampai di sini, saya sadar sama sekali tidak mengerti soal batik. Hanya tahu cara membuatnya karena pernah melihat dan mencoba. Tetapi kalau ditanya lebih jauh, saya angkat tangan.

Hingga suatu saat, ketika mencari buku di Perpustakaan Daerah, saya mendapati buku “Batik Klasik”. Sayang saya tidak tahu siapa pengarannya. Usia buku ini cukup tua. Sampulnya berwarna hijau dan agak pudar. Kertasnya pun mulai kekuningan. Namun seluruh informasi disajikan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris.

buku batik klasik
Buku Batik Klasik (foto koleksi pribadi)

Walau pun dilengkapi gambar, jangan berharap bisa mendapati gambar berwarna macam buku masa kini. Hanya hitam putih, namun seluruh motif terlihat jelas.

Saya membuka satu per satu halamannya. Tidak ada nama penulis disampul dan bagian dalamnya. Ah, sayang sekali.

Pada bagian pengantar, penulis buku menjelaskan bahwa buku ini berisi informasi tentang batik klasik. Termasuk cara pembuatan batik dan motifnya.

halaman di buku batik klasik
Halaman vii Buku Batik Klasik (Foto: koleksi pribadi)
Uraian tersebut dituliskan dalam empat bab. Tidak banyak, tetapi sungguh membuka mata saya.
Dengan rasa ingin tahu yang besar, saya mulai menenggelamkan diri. Perjalanan dimulai dari membatik. 
Bagian pertama buku ini menjelaskan tentang peralatan yang dipakai membatik. Dari gawangan atau tiang penyangga kain, lalu bandul, wajan, anglo, tepas, taplak, saringan “malam”, dingklik, dan canting.

Canting

Alat ini mudah dikenali karena bentuknya yang unik. Saya pun pernah mendapatinya di sebuah perbelanjaan besar di Jakarta. Benda ini ternyata bisa dijadikan buah tangan khas Indonesia.

Dari semua perlengkapan, canting merupakan peralatan utama. Tanpa canting, seorang pembatik akan kesulitan menorehkan malam di atas kain. Hal ini berlaku pada pembuatan kain batik tulis.

Semula, saya mengira canting yang dipakai tidak memiliki jenis, alias hanya sebuah canting. Ternyata canting dibedakan berdasarkan fungsi, besar kecil cucuk (mulut) canting, dan menurut banyaknya cucuk.

Walaupun memiliki perbedaan, canting tetap terdiri dari gagang terong, berupa tangkai kayu yang ditancapkan pada tangkai yang sebenarnya. Lalu nyamplungan untuk menampung cairan “malam” serta carat atau cucuk untuk mengeluarkan cairan “malam” dari nyamplungan.

Kain Mori

Lembaran kain katun putih ini memiliki kualitas dan jenis yang akan menentukan baik buruknya kain batik. Kain akan dipotong sesuai kebutuhan. Cara mengukurnya terbilang unik karena menggunakan ukuran tradisional yang dinamakan “kacu”.

Para pembatik menyebutkan “sekacu” yaitu ukuran persegi yang diambil dari ukuran lebar kain tersebut. Hm, kalau begitu jika jenis kain mori yang dipakai berbeda, tentu akan memengaruhi panjang dan lebar kainnya. Unik juga ya.

Pola

Ketika berkunjung ke pembuat batik di Cirebon, saya pernah melihat seorang laki-laki sibuk memindahkan gambar ke atas kain. Prosesnya dilakukan dengan hati-hati.

Pola diperlukan untuk mempermudah pembatik saat menorehkan cairan “malam” di atas kain. Menempelkan pola pada kain dilakukan dengan cara “dibitingi” artinya ditusuk dengan jarum pada keempat sudutnya. Barulah pola dipertegas, disalin dengan alat tulis.

Lilin (“Malam”)

Kain yang telah digambari siap. Seorang pembatik mulai menyiapkan “malam” sesuai keperluan. Rupanya cairan “malam” tidak hanya satu.

Ada sembilan jenis malam yang kerap dipakai, yaitu “malam” tawon, “malam” klenceng, “malam” timur, “malam” sedang, “malam” putih, “malam” kuning, “malam” songkal, keplak, dan gandarukem.
“Malam” akan dicampur sesuai kebutuhan. Jadi tidak semua jenis “malam” dipakai bersamaan. Sebenarnya “malam” tidak habis, karena “malam” yang dilepaskan melalui proses mbabar, akan diambil dan digunakan kembali.

Membatik

Ketika semua peralatan telah siap, kain telah diberi pola dan diletakkan di atas gawangan, anglo dinyalakan, pembatik siap menorehkan canting berisi malam ke atas kain. Satu persatu gambar diisi “malam”.
Perlahan pembatik meniup ujung canting. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan “malam” dalam cucuk ke dalam nyamplungan, menghilangkan cairan “malam” yang membasahi cucuk canting, dan menghilangkan kotoran yang menyumbat.

Dari buku ini, saya mengetahui bahwa proses membatik dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan membatik kerangka, ngisen-isen atau memberi isi, nerusi, nembok, dan bliriki.

Dahulu di daerah Surakarta, pembatik akan menjemur kain setiap kali menyelesaikan satu tahap membatik. Cara ini dilakukan agar “malam” meleleh sehingga tidak mudah rontok. Walau pun memakan waktu, proses ini justru menguatkan “malam” dan menghasilkan kain batik yang cantik.

Rangkaian proses membatik akan dilanjutkan dengan mbabar atau memberikan warna. Dulu, warna yang dipakai berasal dari alam, seperti nila, tebu, kapur sirih, tajin, soga, dan saren.
Seperti halnya membatik, proses mbabar batik dilakukan dalam beberapa tahap.

Pertama kali kain yang sudah dibliriki akan di medel dan bironi. Medel dibuat dari nila. Kain akan dimasukkan ke dalam cairan nila berulang kali hingga kain berwarna hitam. Batikan lantas direndam dalam air bersih agar “malam” rontok.

Setelah dibilas dengan air bersih, batikan akan dikanji dan dibironi. Baru setelah itu batikan akan diwiru dan dimasukkan ke dalam wadah berisi soga. Setelah diangin-anginkan, batikan akan dicelup dalam larutan saren atau nyareni.

Rangkaian mewarnai kain batik akan diakhiri dengan melepaskan “malam” atau nglorot. “Malam” akan terlepas sepenuhnya dari kain setelah direndam dalam air mendidih. Barulah kain batik diangin-anginkan agar kering. Kini batik sudah siap digunakan atau dijual.

Motif Batik

Ah, menyimak perjalanan selembar kain batik benar-benar menggasyikan. Namun saya belum sampai dititik akhir.

Motif batik adalah bagian penutup buku ini. Hm, selama ini saya hanya mengenal motif parang. Ternyata motif ini memiliki 21 jenis, seperti gondosuli, parang baris, parang centung, parang curigo, parang jenggot, parang kembang, parang kirna, parang klitik, parang kurung, parang kusuma, parang menang, parang ngesti, dan parang peni.

ragam motif batik indonesia
Ragam Motif Batik (foto: koleksi pribadi)

Ada pula motif geometri yang terlihat beraturan, seperti bibis pista, bintangan, cakar melik, cakar wok, cempaka mulyo, gambir seketi, dan jayakusuma.

Lalu motif banji. Tercatat ada 4 motif banji yaitu banji, banji bengkok, banji guling, dan udan liris.
Alam juga menjadi sumber inspirasi para pembatik. Terlihat dari motif yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti anggur, cangklet, cokrak-cakrik, delima wantah, kembang pudak. Ganggong sari, ganggong wibawa, candrakusuma, cempaka mekar, ceplok manggis, kembang cengkeh, dan melati selangsang.

Satwa pun tak luput diabadikan dalam motif batik, sebut saja alas-alasan, ayam puger, bramara, buntal, dara gelar, gringsing sisik, nogo puspa, dan sido mukti.

Meski motif yang disebutkan disajikan bersama gambar hitam putih, saya sungguh merasa senang karena bisa melihatnya dengan jelas.

Di akhir halaman, saya sangat berterima kasih kepada penulis yang telah menyajikan tulisan tentang batik klasik dengan baik. Membacanya, membuat rasa suka dan cinta pada batik semakin bertambah. Batik benar-benar warisan Indonesia untuk dunia.


Komentar

  1. Batik emang bner ya kak sekarang dh mendunia apa lg adanya internet nyebarnya cepet

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, rasanya bangga banget setiap kali lihat di televisi para pemimpin dunia pakai baju batik. keren.

      Hapus
  2. Halo salam kenal mbak, wah menarik juga ya buku batik ini. Biasanya yang beli adalah mereka yang kolektor biasanya. Soalnya dari sisi harga buku seperti ini biasanya mahal, begitu sih kalau pengalaman saya.
    Salam kenal ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal kembali mas Zaki, bukunya memang sudah tua, kemungkinan besar buku ini termasuk barang koleksi. beruntung saya mendapatkannya di perpustakaan daerah. kondisinya pun sangat terawat.

      Hapus
  3. Mantap, menambah wawasan tentang batik. Makasi artikelnya :)

    BalasHapus
  4. Di Museum Tekstil dekat Tanah Abang, saya pernah iseng mencoba belajar membatik sederhana. Ternyata susah... butuh kesabaran dan ketelitian.

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.