Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Panting, Alat Musik Tradisional Kalimantan Selatan



Apa yang teman-teman ingat ketika ditanya tentang alat musik tradisional Indonesia? Pasti berbagai macam alat musik yang terbuat dari bambu, seperti angklung dan suling. Kemudian gendang, gong, kolintang, sasando, rebab, dan ukulele. Yup, jangan lupakan panting ya. Instrumen ini merupakan salah satu alat musik tradisional Kalimantan selatan. 

Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman melihat grup musik panting beraksi. Ini adalah kali pertama saya menyaksikan langsung penampilan mereka. Sebelumnya hanya mendengar namanya saja. Pernah sih melihat alat musiknya waktu berkunjung ke Museum Lambung Mangkurat. Waktu itu tidak ada rasa penasaran sedikit pun. 

panting kalimantan selatan
Panting alat musik tradisional Kalimantan Selatan


Namun, sewaktu berjalan-jalan di Siring tendean, Banjarmasin, saya terkesima melihat sekelompok pemain panting beraksi. Duduk di atas panggung kecil dengan menggenakan pakaian khas Kalimantan Selatan. Laki-lakinya memakai pakaian berwarna kuning dengan kain sasirangan sebagai penutup kepala. Sementara sang biduan tampil cantik memakai baju berwarna hijau.

Satu per satu lagu berbahasa banjar didendangkan. Asli saya tidak tahu artinya, tetap kok bisa menikmati. Iramanya rancak, penuh semangat. Benar-benar menghibur para pendengar yang duduk disekitar panggung dan tepian sungai martapura. Karena sifatnya terbuka, penonton bisa menikmati sambil menyantap makanan atau jajanan. Suasananya benar-benar cair.

Rupanya acara melihat grup panting tidak cuma di siring. Saat menghadiri sebuah acara pernikahan, saya menikmati permainan panting yang disajikan untuk menghibur para tamu. Lalu, saat usai belanja disebuah toko, saya juga melihat pertunjukkan grup panting. Memang tidak dipanggung khusus, melainkan di bagian depan toko. Beralaskan karpet, mereka memainkan beragam lagu untuk para pengunjung.

Dari beberapa pertemuan itu saya jadi penasaran dengan panting. Ada beberapa hal yang membuat saya berniat mencari tahu, pertama soal bentuknya yang unik, kedua dari mana asalnya, dan ketiga cara memainkannya.

Tapin, daerah asal Panting

Rupanya pertanyaan nomor dua dapat dengan mudah saya temukan jawabannya. Cukup mencarinya melalui google dan wuala…jawaban pun didapat. Ternyata panting berasal dari Kabupaten Tapin, salah satu dari 11 kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. 

A. Sarbaini adalah orang yang pertama kali menyematkan nama musik panting pada kelompok pemain musik tersebut. Pemberian nama itu tidak lain karena panting mendominasi alat musik yang digunakan. 

Mengapa hal ini bisa terjadi? Penyebabnya adalah panting makin asyik dimainkan jika dipadukan dengan alat musik lain seperti biola, gong, kendang, dan keyboard. Makin rancak.

Melihat cara membuat Panting

Setelah mengetahui asal panting, kini saatnya mencari jawaban untuk pertanyaan nomor satu. Kenapa bentuknya bulat ya? Seketika saya teringat pada gambus, alat musik petik dari tanah seribu satu malam.
Ternyata perkiraan saya benar, panting dibuat berdasarkan alat musik gambus. Bedanya, ukuran panting lebih kecil dan lehernya lebih panjang. Lalu ada bagian untuk menyangga tangan pemain panting yang berada di ujung badan panting.

Keterkaitan antara gambus dan panting tidak lepas dari pengaruh agama islam di bumi Nusantara, khususnya di Kalimantan Selatan.

panting mirip gambus
Bentuk panting diadaptasi dari Gambus


Soal asal usul sudah, sekarang mari mencari tahu proses pembuatannya. Untuk menjawab pertanyaan ini tidak mudah. Buka internet pun tidak memuaskan. Ibaratnya kalau belum melihat langsung, belum puas hahaha.

Sayangnya tidak banyak pengrajin dan seniman pembuat panting di Banua. Demi mendapatkan jawaban, saya dengan senang hati mendatangi dinas pariwisata. Plus tanya sana-sini juga. Pokoknya pasang telinga lebar-lebar.

Akhirnya berhasil juga mendapatkan seorang pembuat panting. Itu pun nggak sengaja waktu membuka media sosial. Tiba-tiba muncul unggahan seseorang yang mengucapkan terima kasih pada seorang pembuat panting. Dan…tinggalnya masih satu kota dengan saya, tapi beda kecamatan. Seketika itu saya bersyukur. 
Terima kasih netijen yang sudah membantu.

Berbekal janji temu, saya langsung menuju rumah Pak Fauzi, sang pembuat panting, yang berada dekat asrama haji. Agak bingung waktu mencari rumahnya sebab tidak ada plang nama. Tapi akhirnya ketemu juga. Yeay gembiranya.

Pengeringan yang lama

Begitu memasuki rumah, saya disambut oleh jejeran panting yang digantung di dinding. Panting bercat putih itu sangat menarik karena bentuk ukiran dilehernya berbeda. Ukirannya berbentuk tokoh punakawan.
Seperti mengetahui keheranan saya, Pak Fauzi mengambil salah satu panting dan mempersilahkan saya mengaguminya. Seketika itu berbagai pertanyaan meluncur bak air terjun.

proses pembuatan panting
Proses pembuatan panting cukup memakan waktu


Biar saya mudah memahami, Pak Fauzi menjelaskan proses pembuatan panting secara runtut. Diawali dengan memilih kayu. Bukan kayu sembarang kayu, kayu dari pohon kenanga menduduki peringkat utama.
Kalau pun tidak ada, barulah kayu nangka dijadikan pilihan. Tapi, jangan pakai kayu dari pohon bergetah, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Getah yang terdapat pada kayu akan memengaruhi resonansi atau suara panting.

Oh ya, Pak Fauzi menggerjakan seluruh proses pembuatan panting sendiri. Alat yang dipakai juga sederhana, seperti gergaji, kapak, dan pahat.  

Kayu-kayu itu lantas akan diangin-angin di dalam ruangan selama 2 tahun. Wow, saya hampir tak percaya. Mengapa tidak dijemur saja dibawah matahari? Pasti lebih cepat kering.

Hoho, tidak bisa. Kalau pengeringan dilakukan secara kilat, belum tentu kayu benar-benar kering. Nanti setelah jadi malah menyusut. Sayangkan.

Ketika kayu sudah benar-benar kering, barulah dibentuk sesuai pola yang digambar di atas kayu. Bagian badan panting ditatah sedemikian rupa sampai berbentuk setengah bulatan. 

bagian dalam panting
Pembuatan bagian dalam panting dilakukan secara manual


Penatahan juga dilakukan pada bagian dalam hingga membentuk rongga. Meski hanya mengandalkan pengalaman dan penglihatan, bentuk bulat panting nyaris sempurna. Jam terbang memang tidak bisa diabaikan ya.

Bagian badan lantas disatukan dengan bagian leher. Sebelumnya bagian leher sudah diberi hiasan. Pahatan yang menghias leher bentuknya macam-macam. Umumnya berupa sulur-suluran, tapi pak Fauzi bisa membuat pahatan yang berbeda. Seperti punakawan atau lainnya. Stt, ukiran ini dibuat sendiri. Keren ya.

ukiran pada panting
Ukiran di bagian kepala panting


Agar bagian lubang tidak mengangga, ditutuplah dengan selembar triplek. Bisa juga ditutup dengan kulit ular, tergantung keinginan pemesan.

Panting lantas diberi dempul dan diamplas hingga halus. Cat pun disapukan diseluruh bagian panting.  

penutup panting
Penutup panting yang terbuat dari kulit ular


Setelah itu senar akan dipasangkan. Perihal senar panting kalau diperhatikan ternyata senarnya tidak tunggal. Setiap bagian senar terdiri dari dua buah senar. Jadi kalau panting 3 senar artinya ada 6 senar yang terpasang.

Cara memainkannya cukup dipetik saja ya. Karena senarnya dobel, maka suara yang dihasilkan menjadi berbeda dengan gitar atau alat musik petik lainnya. Susah dijelaskan dengan tulisan. Asyik deh.
senar panting
Senar ganda menghasilkan suara khas panting


Ada sedikit cerita ketika pak Fauzi mencontohkan cara memainkan panting, putranya yang masih batita langsung menghampiri. Dia kelihatan asyik mendengarkan ayahnya bermain panting. Wah, sepertinya bakat seninya sudah kelihatan nih.

Asyik melihat dan menyimak penjelasan Pak Fauzi seputar panting, membuat waktu seperti berlalu dengan cepat. Sore yang menjelang mengakhiri perbincangan. Dalam perjalanan menuju rumah, saya berharap agar panting tetap terjaga dan lestari, jangan sampai hilang karena inilah salah satu kekayaan negeri ini.

 Baca juga tentang :
 

Komentar

  1. Wah sy baru tau ni mba alat musik panting ini ternyata dr kalimantan ya... Mirip gambus mmg ya. Indonesia mmg kaya akan keragaman musik dan alat"musiknya ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Inspirasinya memang dari gambus mbak. tapi jumlah senarnya beda. suaranya juga berbeda. enak deh dengarin mereka main panting.

      Hapus
  2. makasih infonya, kita kaya akan alat musik ya dr sabang sampai merauke, termasuk suka lihat alat musik tradisional

    BalasHapus
    Balasan
    1. alat musik tradisional patut dilestarikan karena inilah salah satu kekayaan bangsa Indonesia.

      Hapus
  3. Nganu, keren mbak bisa ketemu sama pengrajin nya. Musik panting emang enak di dengar, kaki pun ikut gerak kalo lagi duduk sambil dengar musik panting hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mbak nisa, bisa juga ketemu sama pengrajinnya. bersyukur beliau mau berbagi cerita dan proses pembuatan pantingnya. iya denger musik panting itu rancak. bikin badan bergoyang.

      Hapus
  4. Aku sering lihat pemain panting ini di siring, tapi pernah juga lihat di mall, psar wadai atau soto bang amat hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah samalah mbak melisa, saya juga lihatnya di siring, mal, sama soto bang amat. kayaknya bisa janjian nih buat nonton panting.

      Hapus
  5. Tapin sebenarnya kaya dengan kesenian begini Mba, Panting, mamanda dll. Sayang banget kurang di eksplorasi. Semoga pemerintah bs memberi perhatian lebih supaya tdk hilang tergerus zaman. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup benar. tapin memang rumah buat kesenian tradisional kalsel. kemarin sempat ditawari untuk melihat proses pembuatan topeng, sayang waktunya mepet jadi nggak bisa ketemu pengrajinnya.

      Hapus
    2. bisaa bangeeet dilestarikan, terutama di zaman modern inii, fundingnya dulu, bisa dari pemerintah atau independen, trus gabungin programmer bareng musisi bikin Virtual Studio Technology (VST) buat dipake producer" musik Indonesia utk disisipkan dlm aransemen lagu yang pasarnya luas seperti: pop bahkan jazz atau malah edm atau mungkin koplo dipadukan dengan instrumen kentrung

      Hapus
  6. keren, mbak bisa ketemu langsung sama pembuat pantingnya. berarti itu kayunya nyetok ya buat 2 tahun kalau mau bikin alat musiknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah mbak, setelah mencari ke sana kemari akhirnya ketemu juga. iya beliau menyimpan kayu buat bikin panting.

      Hapus
  7. Ulun sebenarnya termasuk yg buta banget sm alat musik. Panting ini dikira sm kyk gambus. Kan kan.. Untung baca ini.. Keren deh bs ketemu lgsg sm pengrajinnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah kalau tulisannya memberi manfaat. saya juga baru paham setelah ketemu pengrajinnya. tadinya sama bingungnya dengan mbak aswinda.

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.