Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Cegah Pikun Demensia Pada Orangtua dengan Bergembira

Hari belum sore benar ketika saya menginjakkan kaki di rumah masa kecil. Rumah yang sarat kenangan itu masih terawat dengan baik.

Suasananya masih sama, asri dan hangat, Sebagai kawasan perumahan lama, hubungan antar penghuni sangat dekat. Saling sapa dan membantu adalah keseharian warga di sini.

Kebiasaan ini tetap melekat meski saya sudah tidak tinggal di sini. Sapa dan senyum lebar menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan.

Bahagia dengan lansia pikun
Desain dengan canva


Senyum dan sapaan itulah yang saya berikan pada bapak yang berdiam di depan rumah. Namun, laki-laki bercucu 6 itu hanya diam seraya menatap tajam.

Jujur saya kaget. apa yang terjadi dengan laki-laki yang ramah itu? Mengapa ia seperti tak mengenali saya, padahal dahulu kami bisa berbincang apa saja dengan seru.

Ia suka sekali membicarakan pembangunan infrastuktur di berbagai daerah. Pensiunan dari salah satu Kementrian itu memang kerap melakukan perjalanan untuk melihat pembangunan di berbagai daerah.

Namun kali ini semua berbeda. Laki-laki bertubuh tinggi itu seperti orang asing. Kini ia hanya berdiri sambil melihati jalan. Meski tidak membalas sapaan, setiap orang yang melintas selalu menyapanya.

Sungguh sangat tidak nyaman melihat perubahan yang terjadi pada si Bapak. Sepertinya saya kehilangan sesuatu.

Kegundahan itu saya utarakan pada Kakak. Darinya saya mendapat penjelasan mengenai apa yang menimpa tetangga depan.

Rupanya, laki-laki bertubuh kekar itu menderita penurunan daya ingat yang parah. Ia sama sekali tidak mengenal orang lain, selain sang istri. Jika suara sang istri tak terdengar, laki-laki itu akan mencari ke sekeliling rumah sambil berteriak dengan nada ketakutan.

Ia tidak pernah lagi keluar rumah. Pintu pagar selalu digembok untuk menghindarinya pergi. Tindakan ini dilakukan karena ia pernah menghilang sebab tidak bisa menemukan jalan pulang.

Pikun Itu Apa?

Sebenarnya keadaan yang dialami laki-laki itu bisa menimpa siapa saja. Laki-laki atau perempuan yang memasuki usia lanjut. Masyarakat kerap menyebutnya dengan pikun.

Menurut KBBI kata pikun memiliki arti kelainan tingkah laku (sering lupa dan sebagainya) yang biasa terjadi pada orang yang sudah berusia lanjut; linglung; pelupa.

Otak penderita pikun
Materi dr. Maja di festival obati pikun

Sementara pengertian pikun dari sisi medis adalah ketika seseorang butuh waktu lebih lama untuk mengingat kegiatan atau kejadian apa yang mereka lakukan sebelumnya.

“Dunia medis menyebut pikun dengan Demensia yaitu penurunan fungsi otak seperti menurunnya daya ingat dan kecepatan berpikir serta perubahan perilaku yang bisa menyebabkan gangguan perilaku seseorang,” tukas dr. Sri Budhi Rianawati, Sp.S(K)

Samakah Pikun dan Pelupa

Mendengar penjelasan dr. Rin, sapaan akrab dr. Sri Budhi Rianawati, pandangan saya menjadi terbuka. Inilah yang menimpa tetangga depan rumah. Perubahan perilaku yang terlihat bisa jadi menandakan kadar demensia yang dialaminya.

Lantas, apakah seseorang bisa dikatakan pikun, seperti yang kerap diucapkan setiap kali mendengar seseorang tengah mencari sesuatu, atau hal ini terjadi karena pelupa.

Beda pikun dan pelupa
Materi dr. Rin di festival obati pikun


Fiuh, ternyata pikun dan pelupa adalah dua hal yang berbeda. Masalah pelupa yang timbul bisa di atasi dengan berlatih konsentrasi. Sifat pelupa pun timbulnya hanya sesekali dan masih bisa mengingat apa yang dicari dan dimana diletakkan.

Orang yang pelupa pun masih bisa bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Mampu menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. 

Berbeda dengan pikun yang sudah tidak bisa mengingat apa-apa saja yang telah dilakukan, meskipun hal itu baru berlangsung beberapa menit lalu. Ia juga mengalami kesulitan untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Meski kondisi ini sangat memprihatinkan, namun patut disadari bahwa pikun tidak serta merta terjadi atau simsalabim. Perlu proses yang tidak sebentar hingga seseorang menjadi pikun.

Sayangnya, proses ini sama sekali tidak disadari. Bahkan seperti terjadi permakluman dengan alasan usia jika seseorang lupa akan sesuatu.

“Jangan pernah memakluminya. Pikun bukanlah hal normal dalam proses penuaan,” tegas dr. Rin saat menjadi narasumber pada kegiatan festival obati pikun yang diadakan secara daring.

Jadi, jika saya tiba-tiba lupa menaruh benda tidak berarti pikun, hanya lupa saja. Pikun umumnya dialami oleh mereka yang telah berusia tua.

Tetapi biar pun belum tergolong usia tua, sebaiknya menjaga diri dari kemungkinan terkena pikun dengan menerapkan gaya hidup yang baik, menjaga pola makan yang seimbang, dan menghindari stres atau cemas.

Pikun dan Lansia

Lantas usia berapa seseorang pantas disebut lanjut usia atau lansia?

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.

Saat ini jumlah penduduk tua di Indonesia terus bertambah dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup. Faktor ini ditunjang dengan semakin baiknya gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, hingga kemajuan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat.

Tentang pikun
Materi dari festival obati pikun


Berdasarkan data proyeksi penduduk yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun 2035 (48,19 juta).

Angka yang fantastis, bukan tidak mungkin Indonesia akan seperti Jepang yang memiliki penduduk usia lanjut dalam jumlah banyak.

“Saat ini kita mulai memasuki periode aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup yang diikuti dengan peningkatan jumlah lanjut usia. Para lansia bisa menjadi aset bila tetap sehat dan produktif,” ujar  dr. Siti Khalimah, Sp. KJ, MARS, direktur pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan napza Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Menyikapi hal ini PT. Eisei Indonesia (PTEI) dan Perdossi mengadakan Festival Digital Bulan Alzheimer Sedunia dan diikuti oleh para dokter dan masyarakat awam. Tujuannya agar masyarakat siap dan tahu apa yang harus dilakukan saat merawat lansia.

Mengenali Gejala Pikun

Meningkatnya jumlah penduduk tua tentu perlu mendapat perhatian. Terutama menyangkut kesehatan masyarakat, khususnya mengenai pikun sebab dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.

Sudah bukan rahasia lagi jika seseorang menderita pikun maka kehidupannya menjadi tidak produktif. Keluarga perlu menjadi sistem penguat agar penderita bisa menjalani kehidupan dengan baik.

Gejala pikun
Infografis dengan Canva


Tidak ada salahnya menyiapkan diri dengan mengenali beberapa gejala pikun yang timbul. Menurut dr. Rin ada 10 gejala yang bisa dikenali sejak dini, yaitu:

  1. Gangguan daya ingat, seseorang tidak ingat telah melakukan atau akan melakukan apa.
  2. Disorientasi terhadap tempat, jam, atau orang meski pun dulu kerap bepergian ke tempat tersebut. 
  3. Menarik diri dari pergaulan sehingga menjadi tertutup.
  4. Terjadi perubahan perilaku dan kepribadian yang bertolak belakang sehingga bisa mengejutkan orang-orang disekitarnya. 
  5. Sulit melakukaan pekerjaan sehari-hari padahal biasa dikerjakan secara rutin.
  6. Kesulitan mengalami visio-spasial sehingga tidak bisa membedakan warna, tempat, dan bentuk. 
  7. Mengalami kesulitan untuk fokus pada satu hal.
  8. Mengalami gangguan komunikasi dengan orang lain. 
  9. Sulit membuat keputusan.
  10. Menaruh barang tidak pada tempatnya.

Mengobati Pikun

Pengobatan untuk penderita pikun memang tidak bisa mengembalikan kondisi pasien seperti sedia kala. Namun setidaknya bisa memperlambat perkembangan penyakitnya.

Penanganan untuk setiap pasien tentu berbeda. Disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri. Seperti yang dialami tetangga saya, pengobatannya bersifat paliatif dengan memantau kondisi kesehatannya.

Pemberian obat-obatan dapat diikuti dengan terapi simulasi kognitif dan memberikan perawatan sebaik mungkin. Tentunya keluarga sebaiknya melibatkan diri dalam proses perawatan. Caranya bisa dengan mengajak olahraga dan membaca atau menggambar.

Merawat Lansia di Masa Pandemik

Berkaitan dengan aktivitas fisik, penderita pikun tentu mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatannya di masa pandemi. Kegiatannya menjadi terbatas, sementara penderita tidak mengerti apa yang terjadi.

Hal ini tentu bisa membuat keadaan penderita pikun memburuk. Seperti yang diungkapkan oleh Dr. dr. Junita Maja Pertiwi, Sp.S(K) dari kelompok studi neurobehavior Perdossi, “pembatasan aktivitas dapat menimbulkan depresi hingga perburukan perilaku dan penyakit.”

Hidup dengan pikun
Materi dr. Maja di festival obati pikun.


Kondisi tidak menyenangkan ini tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga keluarga atau perawat. Jalan tengah yang bisa ditempuh untuk keluar dari situasi ini adalah bersabar dan bergembira.

“Upayakan agar penderita tidak marah atau depresi sebab bisa merusak ribuan sel otak,” pesan dr. Maja pada peserta.

Tentu tidak mudah merawat orang dengan demensia (ODD), namun jangan kuatir karena sekarang ada aplikasi E-MS yang bisa diunduh di playstore dan appstore.

Aplikasi ini menyediakan beragam informasi termasuk tip dan trik dalam merawat ODD. Asyiknya lagi, E-MS bisa digunakan untuk deteksi dini demensia. Hasil deteksi dini bisa diketahui dari nilai yang diperoleh. Jika nilai menunjukkan kondisi abnormal, aplikasi ini akan menyediakan fitur direktori rujukan terpercaya kepada dokter dan rumah sakit terdekat.

Sungguh kemudahan yang menyenangkan bukan. Kini saatnya menikmat hidup dengan penuh rasa syukur dan jangan lupa gembira.

 

Sumber:

KBBI daring

Kemenkes.go.id

Materi dari webinar festival digital bulan Alzheimer sedunia

 

Komentar