Ada Apa di Kota Serang?

Nasabah Bijak, Lindungi Data Diri Agar Uang Aman Dari Kejahatan Digital




Waspada jadi kunci untuk menghindari diri dari kejahatan, termasuk kejahatan digital yang semakin marak. Namun bagaimana jika hal buruk terjadi, segera ambil langkah untuk menghindari diri dari kerugian yang lebih besar. Ingat! Jangan menunda.

Sebuah kiriman email yang mengabarkan kalau sebuah perangkat berupaya masuk ke aplikasi Brimo, membuat saya terkejut. Bagaimana tidak upaya itu terjadi pukul 20.00 Wita, sementara saya sedang tidak mengakses Brimo. Lantas siapa yang mencoba mengakses Brimo saya?

Pertanyaan itu tidak terjawab hingga sekarang. Namun membuat saya waspada. Mungkin seseorang tengah mengintai dan mencoba membobol tabungan.

Belakangan kejahatan digital tengah marak, para pelaku melancarkan berbagai cara untuk menjebak masyarakat. Bukan hal asing jika kita sering mendapati pesan singkat melalui sms, Whatapp, telegram, hingga email yang meminta untuk mengklik atau mengirimkan sesuatu ke nomor rekening atau nomor ponsel pengirim.

Viralnya Kode Voucher Game

Saya masih ingat ramainya berita tentang kiriman pesan dari seorang kasir minimarket yang mengabarkan telah melakukan kesalahan dalam mengirim kode voucher game. Untuk menguatkan drama yang dimainkan, tak lama berselang, pelaku mengirim SMS berbahasa Thailand beserta kode nomor.

Pelaku mengatakan bahwa kode ini adalah voucher game tersebut, padahal sebenarnya itu adalah one time password (OTP) WhatsApp. Mengikuti arahannya sama saja memberikan akses ke pelaku untuk melancarkan kejahatan.

Kejahatan digital di perbankan
Sumber : Laporan tahunan BSSN


Badan Siber dan Sandi Negara mengungkapkan bahwa ada lima sektor yang rentan terserang kejahatan digital yaitu teknologi informasi dan komunikasi, industri, pemerintah, pendidikan, dan perbankan. Peristiwa kasir minimarket tersebut termasuk dalam kejahatan digital dibidang teknologi informasi dan komunikasi.

Tren Kejahatan Digital Meningkat Setiap Tahun

Kejahatan digital yang semakin marak, tidak lepas dari meningkatkan penggunaan internet oleh masyarakat. Data Badan Pusat Statisti (BPS) menunjukkan prosesntase pengguna telepon gengam di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 62,84% dimana sebanyak 53,37% aktif menggunakan internet.

Kehadiran internet dan telepon pintar memang membuat aktivitas menjadi mudah. Tanpa perlu keluar rumah berbagai aktivitas bisa dilakukan, mau belanja, membayar tagihan, berjualan, hingga belajar pun bisa dilakukan sambil rebahan.

Namun demikian jangan lupa ada sisi negatif. Tidak sedikit yang memanfaatkan teknologi untuk kejahatan.

Data dari Kepolisian RI, sepanjang tahun 2017 hingga 2020 tercatat ada 16.845 laporan tindak pidana penipuan siber yang diterima Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Polri. Bukan tidak mungkin hingga tahun ini jumlahnya mengalami peningkatan.

Sektor Perbankan Tak Luput Dari Kejahatan Siber

Tindak kejahatan ini juga terjadi pada perbankan. Berbagai inovasi yang dikembangkan perbankan dengan tujuan memudahkan nasabah, seperti membuka rekening baru, melakukan pembayaran, mengatur keuangan, dan investasi rupanya dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Di bidang perbankan Kepolisian RI mencatat ada dua jenis kejahatan digital yang tengah marak saat ini yaitu:

1.      Card Skimming, merupakan tindakan pencurian data kartu ATM/debit dengan cara membaca informasi yang terdapat pada strip magnetis secara ilegal. Strip magnetis ini berwarna hitam dan berada di bagian belakang kartu. Melalui strip magnetis itulah data pemilik kartu terbaca, baik di mesin ATM atau mesin Electri Data Capture (EDC).

2.      Phishing adalah tindakan kejahatan dengan memanfaatkan pengguna komputer untuk mengungkapkan informasi rahasia melalui pesan palsu yang bisa dikirim melalui email,

website, pesan WA atau mesanger. Pesan yang dikirim dapat saja berupa link atau tautan. Pelaku akan meminta pengguna mengklik link tersebut.

Kejahatan digital perbankan
Sumber : Bank BRI


Selain kedua jenis kejahatan tersebut di atas, ada modus penipuan baru yang disebut rekayasa sosial (Social Engineering). Pelaku dengan lihai memanipulasi kondisi psikologis korban agar memberikan data pribadi dan data perbankan korban.

Terjebak Rekayasa Sosial

Perihal modus baru, rekayasa sosial, saya menjadi salah satu korban kejahatan tersebut. Semua berawal dari keinginan saya membuat internet banking untuk mendukung usaha. Meski sudah berencana membuka internet banking, saya masih maju mundur untuk mengunduh aplikasi.

Tiba-tiba, saya mendapat undangan di telegram untuk bergabung di grup milik Bank BRI. Pengirim undangan tersebut adalah teman. Saya tidak lantas bergabung, melainkan melihat dulu siapa saja anggota. Dari sekitar 3000 anggota ternyata ada beberapa orang yang saya kenal.

Bodohnya, saya ikut bergabung tanpa mengonfirmasi ke teman-teman. Tak lama berselang sebuah pesan muncul di telegram, mengingatkan tentang pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi. Lalu muncul pesan untuk mengunduh aplikasi Brimo.

Waspada kejahatan digital perbankan
Sumber : BRI


Tanpa pikir panjang saya langsung memasang aplikasi tersebut. Tidak ada yang mencurigakan, semua berjalan dengan baik. Hingga beberapa hari kemudian muncul pesan di grup tentang cara mengurangi biaya transfer antar bank hingga 0 rupiah.

Sebenarnya saya sudah curiga, namun entah kenapa saya malah menanyakan hal tersebut di grup. Oleh admin, saya diarahkan untuk mengisi formulir. Isinya tentu memuat data pribadi, termasuk nama ibu kandung.

Tak lama berselang, akun Brimo menjadi sulit di akses. Saat itu saya sadar telah bersikap teledor. 

Ubah Kata Sandi, Keluar, Lapor

Tanpa menunda saya langsung memeriksa saldo dan catatan transaksi keuangan. Jumlah saldonya memang tidak banyak, namun di transaksi keuangan saya mendapati informasi mengenai pencetakan rekening koran.

Tentu saja untuk mencetak laporan tersebut memerlukan biaya yang diambil dari saldo saya. Agak aneh karena aplikasi baru saja dipasang.

Alarm di kepala langsung berdering. Saya harus mengambil tindakan darurat untuk mengatasi hal ini.

Saya berusaha mengganti kata sandi pada akun. Ternyata tidak mudah dan butuh perjuangan. Sebab memasukkan kata sandi lama saja perlu beberapa kali karena aplikasi seperti menolak. Beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil juga mengubah kata sandi. Tindakan ini masih dilanjutkan dengan keluar dari aplikasi dan mematikannya. Malam itu tidur saya tidak nyenyak.

Besoknya saya bergegas ke cabang Bank BRI terdekat untuk melaporkan kejadian tersebut. Dibantu Customer Service, saya memasang ulang aplikasi sekaligus mendaftarkan nomor telepon gengam dan email agar bisa mengetahui setiap transaksi keuangan.

Menjadi Nasabah Bijak Agar Tak Terjebak

Berkaca pada kejadian tersebut, saya memutuskan untuk ikut serta dalam gerakan Nasabah Bijak yang diadakan oleh Nasabah Bijak dan Bank BRI. Mengambil bagian sebagai penyuluh digital dan menggaungkan berbagai hal positif untuk menekan kejahatan siber.

Apa yang saya alami menjadi pelajaran berharga untuk saya dan nasabah lain agar menjadi nasabah bijak.

Dari kejadian tersebut, saya memetik pelajaran berharga bahwa menjaga kewaspadaan sangat penting. 

Selain itu jangan pernah memberikan data perbankan seperti nomor rekening, nomor kartu, PIN, username dan password digital banking, OTP, dan sebagainya.

Selain itu sebaiknya membiasakan diri menggunakan kata sandi yang kuat serta rutin menggantinya. Mengaktifkan two-factor authentification, waspada jangan asal mengklik tautan yang tidak dikenal, menggunakan anti virus yang berbayar untuk keamanan perangkat pribadi. 

Pastikan juga orang disekeliling kita untuk memiliki pemahaman keamanan digital juga. Selain itu jangan malas mencari informasi mengenai apa saja media komunikasi dan informasi dari bank.

6 Langkah Penyuluh Digital

Berkaca pada kejadian yang menimpa, saya berharap tidak ada lagi yang mengalami hal tersebut. 

Cara yang saya lakukan adalah menjadi penyuluh digital yang membantu menyebarluaskan langkah yang harus dilakukan masyarakat untuk menghindari kejahatan digital, yaitu:

  1. Bijak memilih informasi yang diperoleh
  2. Bijak bermedia sosial dengan tidak mengunggah informasi pribadi seperti nomor telepon pribadi
  3. Menyebarkan informasi yang baik dan benar
  4. Jangan pelit membagikan ilmu literasi keuangan
  5. Cerdas dalam melakukan transaksi digital
  6. Hindari penyedia layanan keuangan tidak resmi

Jangan ragu menghubungi layanan perbankan yang telah tervalidasi atau centang biru. Seperti untuk Bank BRI yang menyediakan layanan melalui www.bri.co.id, instagram @bankbri_id,  twitter @bankbri_id, kontak_bri, promo_bri, facebook : BankBRI. Tiktok : Bank BRI dan kontak BRI di nomor 14017/1500017 atau datang langsung ke kantor BRI.

Dengan berperan aktif sebagai penyuluh digital akan membantu masyarakat mengenal dan meminimalkan kemungkinan menjadi korban kejahatan digital.

 

Komentar