Berpanas-panas Sambil Melihat Bagian Dalam Depo MRT Jakarta

Komang, Kisah Cinta Dua Sejoli Dari Baubau dan Bali.

 

komang film dari kisah nyata


Sutradara Naya Andindita

Pemain: Aurora Ribero, Kiesha Alvaro, Cut Mini Theo, Mathias Muchus.

Tayang 31 Maret 2025

 

Tak ada rencana untuk menonton, tetapi ketika perbincangan dirasa cukup dan waktu masih ada untuk menikmati keseruan maka menonton adalah pilihan. Tanpa banyak cakap, kami (saya dan seorang teman) langsung menuju bioskop yang berada di Simpangan Depok.

Sebenarnya kami datang mepet waktu karena memang tidak ada rencana untuk menonton. Sampai di gedung bioskop tidak banyak diskusi soal pilihan film. Dari beberapa film yang ada, Jumbo, Pabrik Gula Uncut, dan Komang. Kami sepakat menonton Komang.

Lima menit sebelum film dimulai, kami sudah memegang tiket dengan tempat duduk berjauhan. Demikianlah risiko membeli tiket mepet waktu.

Segera saja menuju ruang theatre 3 yang sudah dibuka. Menaiki tangga menuju bangku di barisan C. Rupanya deretan bangku di bagian atas terisi penuh.

Komang dan Raim Laode

Tidak lama kemudian film yang disutradari oleh Naya Anindita mulai diputar dengan adegan sejumlah warga Bali tengah sibuk menyiapkan canang, atau perlengkapan untuk sembahyang. Seorang perempuan muda yang dikenal sebagai Komang Ade, tampak membantu Meme atau Ibu menata perlengkapan sembahyang.

Seorang pria muda (Arya) datang untuk menjemput Komang. Mereka berencana mencari suasana berbeda yang bisa membuat Komang gembira. Arya berharap Komang terhibur saat mendengarkan lelucon yang dilontarkan para komika di sebuah Café.

Harapan itu terkabul, senyum Komang merekah sempurna seperti bunga jepun yang indah. Kebahagiaan juga menghiasi wajah Riam Laode saat melihat Komang. Untunglah konsentrasinya tidak hilang dan tetap bisa memberikan lelucon yang menghibur para penonton. Di sini, keduanya belum menyadari apa yang akan terjadi nanti. Komang kembali ke rumah bersama Arya dan Ode menikmati kebersamaan dengan teman-temannya.

Komang dan Ode baru kembali bertemu di sebuah acara kampus. Bibit cinta pun tumbuh. Sebagai seorang lelaki, Ode berusaha mendekati Komang. Mengajaknya bertemu dan bercakap-cakap di sebuah benteng kuno.

Keduanya menjadi dekat dan mendeklarasikan diri sebagai pasangan. Sebenarnya Ode tahu, langkah yang ditempuh tidak mudah. Tetapi apalah daya, cinta membuatnya mengambil risiko akan kehilangan. Untuknya berada di dekat Komang adalah kebahagiaan. Demikian juga Komang yang selalu memberi Ode semangat untuk meraih impian.

Cinta dua anak manusia itu benar-benar indah hingga waktu datang untuk mengujinya. Komang harus merelakan Ode pergi untuk mengikuti kompetisi stand up komedi. Keduanya harus puas hanya bertemu lewat suara dan sesekali bersua dari balik layar gawai.

Berjauhan dan kesibukan membuat Komang dan Ode harus menguji ikatan cinta. Jarak dan tidak adanya kejelasan nyatanya tidak membuat Komang berpaling. Meski Arya terus berupaya mendekati dan telah berhasil mendapat restu dari Meme, Komang tetap pada pendiriannya.

Bagaimana dengan Ode? Laki-laki berambut keriting itu tengah berperang dengan dirinya sendiri. Sulit baginya melepaskan perempuan yang disayanginya, tetapi tidak mungkin menulis dengan dua pena.

Laki-laki tegar itu sekonyong-konyong menjadi lemah saat kehilangan orang yang dikasihi, ayahnya. Komang memang datang menemani namun membawa kabar tentang lamaran Arya.

Ode terpuruk. Tetapi dia tidak menyerah. Wejangan sang ayah menyulut bara semangat. Meski dia tahu, mungkin saja dia kalah, pantang baginya untuk menyerah. Lebih baik maju dan menerima kenyataan.

Ode memang tidak serta merta mendapatkan restu. Komang juga tidak mau memalingkan wajah dan hatinya dari Ode. Meski tak bersama, jalinan kasih itu tak putus. Jari jemari mereka akhirnya saling betaut setelah Meme memberi restu.

Benteng Keraton Buton

Ketika pertama kali fim dimulai, saya tidak menduga kalau lokasinya berada di Kota Baubau. Kehidupan warga Bali membuat saya mengira lokasi film berada di Bali. Dugaan itu seperti dipatahkan saat Ode, diperankan dengan apik oleh Kiesha Alvaro, memperlihatkan panorama pantai di depan rumah panggungnya.

Keindahan dari masa lalu juga diperlihatkan dengan apik saat Komang dan Ode berjalan di tepi dinding yang tersusun dari tumpukan batu karang. Mereka tengah berjalan di kawasan Benteng Keraton Buton.

Bangunan bersejarah ini merupakan benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 hektar. Pada dinding yang menghadap ke laut ditempatkan merima besar. Meski kini sudah tidak digunakan, duduk di sana sembari melihat matahari terbenam akan menjadi pemandangan yang menakjubkan. Indonesia memang indah.

Tatapan Mata

Keindahan juga diperlihatkan oleh kedua pemain, Keisha Alvaro dan Aurora Ribero. Akting keduanya mampu mengaduk emosi penonton. Sudut mata saya basah ketika Ode menangis saat ayahnya berpulang. Rasa sedih itu benar-benar terasa hingga menyentuh hati.

Entah kenapa saya juga merasakan cinta Ode yang dalam untuk Ade. Mata, ya, tatapan mata Ode dipenuhi cinta. Rasanya begitu besar hingga seperti nyata. Kedua pemain mampu menggambarkan dan menyampaikan kisah cinta,yang kisahnya diambil dari lagu berjudul Komang karya Raim Laode, dengan baik.

Akting keduanya mampu membius dan membawa penonton ke dalam lautan kegembiraan dan kesedihan. Komang memang benar-benar membius, tidak hanya lagunya yang menyihir telinga pendengar, namun juga berhasil mengharu biru perasaan penonton.

 

 

 

Komentar