Melihat Acara Mandi Sungai Riam di Cemapaka

Melihat Kursi emas di Museum Lambung Mangkurat



Rasanya tidak adil, sudah bolak-balik ke Museum Lambung Mangkurat, tetapi saya belum menuliskannya di blog. Saya memang membuat beberapa tulisan perihal museum yang ada di Kota Banjarbaru, namun tulisan tersebut untuk keperluan lain, alias lomba. Jadi untuk memperbaiki kesalahan, saya pun membuat sebuah tulisan lagi mengenai Museum Lambung Mangkurat.

Bagian muka Museum lambung mangkurat
 

Dari dulu saya suka sekali berkunjung ke museum. Virus ini bahkan saya tularkan ke anak-anak. Kini mereka suka mendatangi berbagai museum yang ada di Jakarta. Biasanya kami menggunakan kendaraan umum untuk menuju ke museum. Hal ini dimungkinkan karena letak museum dan jalan raya tidak terlalu jauh.

Berbeda dengan di Kota Banjarbaru, Museum Lambung Mangkurat memang berada ditepi jalan Ahmad Yani km 36 Kota Banjarbaru dan dilalui oleh kendaraan umum. Tetapi daya jangkau angkutan umum ini terbatas. Hanya berlalu lalang di jalan Ahmad Yani saja. Lantas bagaimana dengan jalan pendukung yang ada di bagian dalam? Sampai saat ini belum ada angkutan umumnya. Tidak heran kalau semua warga sangat mengandalkan kendaraan pribadi, minimal motor, untuk beraktivitas. Demikian juga dengan saya yang akhirnya kemana-mana naik motor.

Dengan kendaraan roda dua inilah saya berulang kali main ke Museum Lambung Mangkurat. Kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sepuluh menit saja dari rumah. Setiap kali main ke museum, saya selalu melaporkan diri ke bagian keamanan yang dengan senang hati menunjukkan loket penjualan tiket. Harga tiketnya sangat terjangkau, Rp 3,000,- untuk dewasa dan Rp 1.500,- untuk anak-anak.

Prasasti peresmian museum lambung mangkurat


Setelah membeli tiket, pengunjung bebas mau memulai eksplorasinya dari mana. Saya memilih dari bagian luar saja. Melihat sejenak beberapa perahu kayu yang dulu dipakai masyarakat. Perahu kayu atau jukung ini terbuat dari kayu ulin. Bentuknya memanjang. Jenisnya bermacam-macam, ada jukung sudur, jukung tambangan, dan perahu pandan liris. Dahulu, jukung menjadi andalan masyarakat untuk menyusuri sungai. Kala itu, semua aktivitas masyarakat tidak terlepas dari sungai. Namun saat ini jukung mulai tergantikan oleh moda transportasi lain yaitu motor dan mobil.

Setelah melihat jukung dan sebuah jangkar besar, saya melangkahkan kaki menuju ruang pamer utama yang berbentuk rumah ada suku banjar, namanya rumah bubungan tinggi. Aslinya rumah bubungan tinggi terbuat dari kayu, tetapi bangunan museum sepenuhnya terbuat dari tembok agar lebih mudah dipelihara. Nah, tepat diujung tangga menuju lantai dua, pengunjung bisa menemui beberapa orang petugas pemandu. Mereka dengan sukacita menemani dan bercerita mengenai koleksi yang ada di museum ini.

Saya memilih bertualang sendiri. Dimulai dari lantai satu. Tepatnya ke ruang prasejarah yang berada tepat di bawah tangga. Penerangan di ruangan ini cukup terang sehingga memudahkan saya membaca berbagai keterangan yang tertulis di dekat koleksi. Tahulah saya bahwa dahulu kapak dan beliung digunakan untuk memotong. Kapak dan beliung dari batu ini berwarna hitam, tepinya ada yang bergerigi kasar. Pasti tepian inilah yang berfungsi untuk memotong.

meriam peninggalan VOC di museum lambung mangkurat


Pelan-pelan saya bergeser. Tepat disebelah panel tergeletak sebuah ukiran dari kayu. Rupanya ukiran ini diperoleh dari situs candi laras di daerah Rantau. Ada juga beberapa temuan yang dibuat dari kayu. Koleksi lain yang ditampilkan berupa senjata tradisional khas Kalimantan yaitu Mandau. Bentuknya tidak terlalu panjang dengan bagian hulu dibuat dari kayu yang diukir. Pada pangkalnya terdapat rambut atau hiasan. Ada juga koleksi uang kuno serta seperangkat gamelan serta sebuah meriam milik VOC.

Sekarang saatnya membalikkan badan. Ini yang dari tadi saya tahan-tahan, padahal sudah penasaran banget. Satu…dua..tiga..tara…ini dia koleksi utama di ruang prasejarah. Sebuah replika kursi serta mahkota milik Sultan Banjar. Aslinya kursi dan mahkota ini terbuat dari emas. Agar menyerupai aslinya, replika kursi sengaja dibuat dari logam yang mengilat. Begitu juga dengan mahkotanya. Kursi ini dipenuhi ukiran yang sangat indah dan halus. Bagus sekali. Kalau mau melihat kursi yang asli, teman-teman bisa berkunjung ke Museum Nasional Jakarta. 

kursi sultan yang asli berada di museum nasional jakarta


Puas memandangi kursi keberasaran, saya naik ke lantai dua ruang pamer utama. Ruangannya agak sedikit gelap. Ada lampu yang mati di sebuah titik dekat area pamer rumah tradisional. Meski berkesan temaran, saya tetap melanjutkan perjalanan. Melihat berbagai miniature rumah tradisional Banjar  seperti rumah Bubungan tinggi, gajah manyusu, palimasan, palimbangan, balai bini, rumah adat banjar joglo, cicak burung, dan tadah alas.
Tepat di belakang miniatur rumah bubungan tinggi, terdapat sebuah pemisah ruangan yang terbuat dari kayu. Menurut saya, mirip dengan gebyok yang ada di Jawa, tetapi ukurannya lebih tinggi. Ukiran yang menghiasi gebyok ini sangat menarik. Begitu rapih dan indah walaupun berwarna hitam, khas kayu ulin.

Di ruangan ini pula saya bisa melihat seperti apa kehidupan masyarakat Banjar. Mulai dari bentuk dapur beserta perlengkapan yang biasa dipakai. Kebanyakan alat-alat rumah tangganya terbuat dari rotan atau bambu yang dianyam. Berikut barang-barangnya, seperti nyiru, bakul babingkai, kiba banjai, dan tangkitan.

Semakin kedalam, saya dapat melihat beragam tradisi yang masih melekat di masyarakat. Ragam tradisi yang ditampilkan dalam bentuk diorama atau penataan barang-barang menggambarkan kuatnya pengaruh agama Islam di masyarakat. Dalam setiap upacara yang dilakukan selalu diiringi oleh pembacaan surat-surat atau ayat-ayat alquran.

Jika diperhatikan, upacara yang digelar dilakukan sejak seorang manusia lahir hingga kembali ke sang Pencipta. Alur demikian disebut upacara daur hidup manusia. Diawali dengan upacara baantar jujuran diikuti oleh upacara pengantin, kemudian upacara baayunmaulid yang dilakukan ketika seseorang masih kecil. kegiatan ini khusus dilakukan pada bulan maulid saja. 

upacara baayun maulid di halaman museum lambung mangkurat


Untuk anak laki-laki, upacara akan kembali dilakukan ketika ia bersunat. Pada hari itu, ia akan menggunakan pakaian untuk basunat seperti seorang pangeran. Ada juga upacara batamat quran untuk mereka yang telah selesai membaca alquran. Oh ya diruangan yang sama, terdapat sebuah ruangan berukuran kecil. Dibagian atas tertulis ruangan Syekh K.H. M. Ardyad Al-Banjari. Di ruangan ini tersimpan sebuah al quran tulisan tangan karya Syekh K.H. M. Ardyad Al-Banjari.

koleski kain di ruang kain museum lambung mangkurat


Menjelang kembali ke pintu masuk, saya disuguhi berbagai mainan tradisional yang dulu dimainkan. Lalu pakaian para penari topeng serta berbagai alat musik tradisional yang dimainkan masyarakat. Ada sebuah gitar berbadan kecil dengan badan bulat, ini adalah alat musik panting khas Kalimantan. Petualangan di ruang pamer utama telah selesai, sekarang mari menjelajah ke ruang lain yang ada di sebelah kanan ruang pamer.

Langsung menuju ruang iptek. Penasaran dengan berbagai koleksi benda-benda iptek yang ada. Begitu masuk ke dalam, sebuah kerangka paus berukuran besar langsung menyambut. Wow, saya pasti muat didalam perutnya karena kerangka ini panjangnya mencapai tiga meter. Ada beberapa alat peraga iptek, sayang kondisi sudah rusak. Jadi sebaiknya saya pindah ke ruang pameran kain yang ada di sebelah.

kerangka paus di ruang iptek museum lambung mangkurat


Seperti namanya, diruangan ini dipamerkan berbagai kain dari Kalimantan. Ada kain sasirangan khas Kalimantan Selatan, lalu kain batik serta kain dan pakaian dari Kalimantan Timur, Brunai Darussalam, dan Thailand. Setelah itu lanjut ke ruang keramik yang berisikan berbagai kolkesi guci, piring, dan barang perlengkapan lain yang terbuat dari keramik. Sebelum menyudahi perjalanan, saya tidak lupa mampir ke ruang lukisan. Melihat-lihat sejenak karya yang dipamerkan. Tidak terasa hampir dua jam saya berkeliling di Museum Lambung Mangkurat. Selama berkeliling, saya sama sekali tidak terusik oleh pengunjung lain sebab saat itu tidak banyak siswa atau pelajar yang datang. Saya bisa membaca dan melihat koleksinya dengan tenang dan santai.

tampak depan ruangan keramik


Sejarah Museum Negeri Lambung Mangkurat
Tidak lengkap kalau berkunjung tanpa mencari tahu soal sejarah berdirinya sebuah museum. Dari informasi yang saya peroleh, proses pendirian museum ini sangat tidak mudah. Tahun 1907 Pemerintah Kolonial Belanda berinisiatif membangun Borneo Museum di Kota Banjarmasin. Baru beberapa tahun berjalan terjadi peperangan yang menyebabkan sebagian besar koleksi museum hilang sehingga museum ditutup. Baru pada tahun 1955, museum dibuka kembali dan diberi nama Museum Kalimantan. Koleksinya diperoleh dari Kiai Hasan Bonda Kejawan, beliau ditokohkan sebagai pendiri Museum Kalimantan.

Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Sebuah kebakaran besar menghanguskan bangunan dan koleksi yang tersimpan. Lagi-lagi museum ditutup. Meski demikian, keinginan untuk memiliki museum tetap ada. Setelah melalui berbagai pertemuan akhirnya tahun 1967 didirikan museum Banjar di Banjarbaru lalu diresmikan oleh Mendikbud Dr. Daoed Joesoef pada tanggal 10 Januari 1979. Museum ini diberi nama Museum Negeri Lambung Mangkurat. 

Kini, Museum Negeri Lambung Mangkurat menjadi salah satu destinasi wisata edukasi di Kalimantan Selatan.  Para pengunjung bisa belajar sejarah dan budaya masyarakat Banjar melalui koleksi yang ditampilkan. Oh ya, setiap tahun Museum Negeri Lambung Mangkurat mengadakan kegiatan upacara Baayun Maulid yang diikuti oleh ratusan peserta.

Transportasi

Letak Museum Negeri Lambung Mangkurat berada di tepi jalan utama yang dilalui kendaraan umum dan pribadi. Jika naik angkutan umum atau disebut taksi, teman-teman bisa menaiki angkutan berwarna hijau menuju Kota Martapura. Kalau menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan, teman-teman tinggal mengikuti jalan Ahmad Yani sampai di kilometer 36. Jangan lupa membeli tiket masuk seharga Rp1.500 untuk anak-anak dan Rp3.000 untuk dewasa.

Waktu Pelayanan

Senin-kamis dari jam 08.30 – 16.00
Jumat dari jam 08.30 – 11.00
Sabtu-minggu dari jam 08.00-16.00

Komentar

  1. Kursi sultan yang asli ada di Museum Nasional Jakarta? Jadi penasaran. Museum Lambung Mangkurat besar juga ya, koleksinya bervariasi. Oh ya Mbak, tadi disebut-sebut candi Laras di daerah Rantau. Itu tempat wisata juga kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak kursi aslinya tersimpan di lantai 4. Koleksinya beragam mbak, kita bisa melihat seperti apa budaya masyarakat banjar. Candi laras merupakan situs candi yang juga dijadikan tempat wisata.

      Hapus
  2. saya baru tahu tentang kursi emas di museum nasional, next kalo ke jakarta harus sempetin masuk museum2 lagi, kalo dulu di jogja seringnya di benteng vrederbugh..selama tinggal di turki saya juga jd sering masuk museum..yang paling horor masuk museum di amasya karena ada ruangan khusus majang mummy asli-.-' saya ga sanggup masuk cuma liat dari pinggiran pintu masuk...agak gimana gitu..heheh ngebayangin trus bangun wah:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah asyik banget mas bisa lihat museum di negara lain. pasti seru banget. tapi jangan lupa main ke museum di indonesia juga ya.

      Hapus
  3. Bagunan museum merupakan warisan Belanda. Cukup berliku juga sejarah berdirinya museum Lambung Mangkurat ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. seru lho mbak baca sejarah berdirinya museum. ternyata nggak mudah ya membangun sebuah museum. ada saja rintangan dan halangannya.

      Hapus
  4. wah baru tau ada kursi emas di museum nasional.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya juga dikasih tahu sama staf museum lambung mangkurat, akhirnya bisa lihat sendiri pas ke Jakarta kemarin.

      Hapus
  5. entah kenapa saya ini kurang suka masuk museum terutama di indonesia.
    perasaan museum-museum di indonesia tuh sepi, gelap, dan gimana gitu. jadi kurang menarik dikunjungi, walaupun isinya sebenernya sarat akan ilmu.
    saya pergi ke museum cuma jaman sekolah dulu. hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekarang penampilan museum sudah lebih baik mbak. terang, cantik, dan ramai. apalagi kalau musim liburan, penuh.

      Hapus
  6. Kok saya baru tau kalo ada kursi emas di Museum Nasional?? Kalo museum di Jakarta pada tutup hari Senin, tapi museum di Banjar tetap buka ya mba? Saya penasaran sama rumah cicak burung, macam mana itu? Sedikit masukan, sebaiknya disertai gambar pendukung, agar artikel lebih lengkap, kan kasian pengunjung gak bisa liat gambarnya, biar gak penasaran. Terima kasih sudah sharing sangat bermanfaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas Hendra, museum di Banjar hari senin tetap buka. terima kasih untuk sarannya, saya senang sekali karena ada yang mengingatkan agar saya bisa membuat artikel dengan lebih baik. terima kasih banyak mas Hendra suhendra.

      Hapus
  7. Sedih ih waktu ke Banjarbaru kurang eksplor :( semoga ada kesempatan kesana lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin. mudah-mudahan nanti bisa ke Banjarbaru lagi.

      Hapus
  8. Meriamnya awet juga ya mbak. Grupil dikit sih. Tapi masih kelihatan bentuknya. Padahal dari jaman VOC. kereeen...

    BalasHapus
    Balasan
    1. aih, grupil itu kan jadi bikin tambah manis. bercerita juga soal umurnya yang sudah sangat tua.

      Hapus
  9. Aku malah baru tahu ada kursi emasnya. Next kalau ke banjar baru lagi harus dateng ke sini deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. kursi yang ada di museum lambung mangkurat berupa duplikat mbak. tapi tetap bagus dan menarik banget.

      Hapus
  10. Duh sebagai orang banjar yang pernah tinggal 4 tahun di banjarbaru rada menyesal euy nggak pernah mampir ke museum ini. Padahal tiket masuknya murah dan ternyata isinya banyak, ya, mbak

    BalasHapus
  11. Duh sebagai orang banjar yang pernah tinggal 4 tahun di banjarbaru rada nyesal euy nggak pernah mampir ke museum ini. Padahal tiket masuknya murah dan isinya lumayan lengkap ya, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup mbak, tiketnya murce sangat. nggak sampai Rp5000. ayo ah main ke museum dimanapun berada.

      Hapus
  12. udah lama bgt gak berkunjung ke museum ini..hiks terakir pas SD apa SMP.pasti makin bagus yaa..next mau lagi kesni.bawa anak2 penting bgt

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo mbak ajak anak-anak main ke museum supaya mereka tahu budaya bangsa kita.

      Hapus
  13. Padahal museum ini letaknya dekat banget dengan rumah ortu. Biasanya suka beli bakso yang abangnya mangkal di depan museum. Kalo ke museumnya jarang banget, kalo beli baksonya hobi hihihi. Ok next time akan berkunjung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh tukang bakso yang diparkiran motor itukah? hahaha saya malah belum pernah makan baksonya. kebalik sama mbak mia nih.

      Hapus
  14. kalau hari biasa biasanya banyak juga anak sekolah datang, seru jadi pengen kesana entar. udah lama gak kesana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya hari sekolah biasanya rombongan anak sekolah pada berkunjung mbak. pernah juga ketemu sama anak-anak kuliahan.

      Hapus
  15. Aku jg sdh pernah ke museum ini. Sdh melihat semua yg dibahas di sini, baru sadar kalo kursi sultan ini replikanya.

    Btw, bener bgt mbak di Kalsel bhkan di kota besarnya angkutan umum blm memadai utk akses ke jalan kecil. Jd ya paling ideal di sini jalan2 pakai motor pribadi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau nggak punya motor susah kemana-mana ya mbak. motor itu sudah kayak kaki ketiga buat saya. kemana-mana naik motor plus lihat google map. hehehehe.

      Hapus
  16. Aku belum pernah kesini, kayanya seru nih kalau bawa anak-anak kesini

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup seru mbak. ajak anak-anak pasti seru mbak zulaeha.

      Hapus
  17. Aku selalu kesini setiap tahun karena anak2ku selalu ada acara sekolah disini. Ada banyak bgt yg pengen ku kisahkan sampai aku jd gak nulis sama Sekali. Wkwkwk..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo mbak dituliskan satu per satu biar nggak kepikiran dan memendam perasaan. biar banyak yang baca mbak.

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Mohon tidak membagikan tautan disini. Silahkan meninggalkan komentar yang baik dan sopan.