Ada Apa di Kota Serang?

Kuda lumping, antara trance dan hiburan

Pisang


Semakin sore, semakin banyak yang datang melihat. Pertunjukkan pun semakin meriah. Tarian dan pemain pun berganti. 

Dari kejauhan saya bisa melihat dan mengamati sembari duduk. Penonton masih tertib dan duduk dengan manis. 

Anak-anak sesekali memegang pagar darurat yang mengelilingi lapangan pertunjukkan. Mereka tidak takut saat penari berkumpul di tengah lapangan bersama seorang pawang. 

Ada dupa di tengah mereka. Beberapa pawang mengawasi dari empat penjuru angin. Mata mereka lekat menatap para penari. 

Saat asap dupa menebal, tiga orang penari terlihat trance. Mereka menunduk, entah apa yang dirapalkan sang pawang. 

Kini dua penari menggigit bunga, sementara seorang menggigit botol parfum berukuran kecil. Senyum mereka terkembang, namun bukan senyum yang menawan. 

Mata mereka pun setengah terpejam. Ketiganya menari seturut irama musik. Seorang di antaranya mendekati penyanyi dan berbisik atau berkata pelan. 

Penyanyi itu lantas mengangguk, meminta para penabuh bersiap mengiringinya menyanyi sebuah lagu. Para penari terus menari hingga lagu usai. Setelah itu para pawang mendekat dan menyadarkan mereka. 

Pertunjukkan belum usai, tarian celeng dimulai. Kali ini penarinya hampir semuanya laki-laki, kecuali dua orang perempuan pembawa celeng. 

Lagi-lagi tiga orang penari mengalami trance. Penonton semakin tertarik dan mendekat. Rasa penasaran begitu kuat. 

Seorang pawang berjalan ke arah penonton. Tangannya membawa sebungkus bedak tabur. Diberikannya sedikit bedak pada anak-anak, ibu-ibu pun seraya menadahkan tangan. 

Bedak ini akan diusapkan ke wajah anak-anak agar tak sawan. Kini, penonton perlu diingatkan agar menjauh dari pagar. Tarian bantengan akan dimulai. Gerakannya jauh lebih dinamis dan enerjik. 

Penarinya berjalan ke sana kemari dan sesekali seperti menerjang. Nyali penonton mulai di uji. Sebagian besar menjauhi pagar.  

Meski sudah berjarak, keadaan di dalam pagar terlihat semakin ramai. Rupanya anggota dari paguyuban lain datang. Sebagai tanda dukungan dan penghormatan. Mereka duduk di tepi pagar. 

Ada selendang di leher atau kepala sebagai ciri. Usai para banteng berlaga dan kembali tersadar, banyak yang menggira tarian tak lagi seriuh sebelumnya. Apalagi seorang penari perempuan berjarik dan bersanggul, mulai menari dengan gemulai. Bantengan dan macan menepi ke dekat pagar. 

Memerhatikan dan melihat gerakan penari. Dupa kembali menebar wangi. Satu per satu penari mulai mengalami trance. Tidak hanya penari, beberapa anggota perwakilan kuda lumping mulai mengalami hal serupa. 

Seorang yang berbadan besar bahkan terlihat meruap pasir kasar yang ada di hadapannya. Lalu peserta lain badannya mengejang, kaku. 

Para pawang mulai disibukkan dengan mereka yang trance. Untunglah tidak ada penonton dari luar pagar yang mengalami kejadian serupa. Suasana hampir chaos hingga akhirnya tetabuhan dihentikan. 

Kini, para pawang harus mengembalikan kesadaran yang hilang. Tentu dengan doa dan keyakinan. Hingga semua kembali ke alam nyata. 

Saat kembali dari keadaan tak sadar, mereka tak ingat apa yang terjadi dan apa yang diminta. Ya, ada yang meminta singkong mentah dan memakannya di tengah lapangan. 

Lainnya asyik menikmati batang pisang yang baru dicabut dari luar pagar. Seorang perempuan bahkan meminta segelas kopi pahit. Namun, ada juga yang mendatangi penyanyi dan memintanya menyanyikan sebuah lagu. 

Saat mendengar lagunya, dia tersenyum dan menari dengan gembira. Hm, kedua permintaan itu sepertinya biasa saja. Ada yang berbeda ketika seorang penari meminta pengantin masuk ke dalam arena.

 Entah seperti apa perasaan pengantin perempuan kala memasuki arena. Keduanya duduk di tengah sambil menunduk. Pengantin laki-laki mendengarkan kata-kata yang dibisikkan penari. Akhirnya pengantin tak lagi meninggalkan arena. Mereka duduk seraya menonton pertunjukkan hingga usai. 

Baca juga:

Besan perekat keluarga yang hampir punah

Rempongnya dapur umum untuk pengungsi banjir kalimantan selatan 

Komentar